I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan adalah bahan pangan yang mudah rusak,
terutama dalam keadaan segar, sehingga mutunya menjadi rendah. Kerusakan ini
terjadi secara biokimiawi maupun secara mikrobiologi. Kerusakan biokimiawi
disebabkan oleh adanya enzim dan reaksi-reaksi biokimiawi yang masih
berlangsung pada ikan segar. Sementara itu kerusakan mikrobiologi disebabkan
oleh aktivitas mikroba terutama bakteri pembusuk. Beberapa bahan pangan dianggap rusak bila telah menunjukan
penyimpangan konsistensi serta tekstur dari keadaan yang normal. Bahan yang
secara normal berkonsistensi kental tetapi menjadi encer maka hal itu merupakan
suatu tanda kerusakan. Bila ditinjau dari penyebabnya kerusakan bahan pangan,
maka kerusakan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan
mikrobiologis, mekanis, fisik, biologis dan kimiawi (Irianto, 2000).
Perikanan merupakan sub sektor pertanian dalam
arti luas, ikan sebagai hasil
perikanan merupakan salah satu faktor yang dapat dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia akan bahan makanan. Karena itu selain mudah diperoleh
dengan harga cukup murah, ikan juga mengandung zat gizi yang diperlukan manusia
untuk pertumbuhan. Namun, dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk,
akan menyebabkan kebutuhan akan protein akan semakin meningkat pula. Jadi
sangatlah diperlukan teknologi yang mampu untuk meningkatkan produksi perikanan
(Anonimus, 1980).
Salah cara dan upaya untuk
dapat meningkatkan produksi dibidang perikanan adalah dengan cara melakukan
teknologi yang tersedia untuk memperoleh keuntungan besar. Maka dari itu
perikanan akan menjadi efisien
(Rahardi, Kristiawati, dan Nazaruddin, 2001).
Agar produk lebih
tahan dan menarik maka dibuat kemasan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus
yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan
pada bahan yang dikemas / dibungkusnya.
Sebelum dibuat
oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan untuk bahan pangan, seperti
jagung dengan kelobotnya, buah-buahan dengan kulitnya, buah kelapa dengan sabut
dan tempurung, polong-polongan dengan kulit polong dan lain-lain. Fungsi paling
mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari
kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan.
Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan
sterilisasi dalam kaleng. Ikan dimasukan dalam kaleng, kemudian disterilisasi
dengan panas. Faktor-faktor utama yang menentukan daya awet ikan kalengan
adalah ; sterilisasi yang mematikan seluruh bakteri dalam isian kaleng dan
kaleng yang menahan pengotoran atau penyebab pembusukan dari luar (Sunarman, 2000).
Pada proses pengalengan, pemanasan ditujukan untuk
membuhuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan
dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses
pasteurisasi, pemanasan ditujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba
pembusuk, sedang sebagian mikroba yang tertinggal dan masih hidupharus dihambat
pertumbuhannya dengan penyimpanan pada suhu tinggi atau dengan cara pemberian
bahan pengawet (Winarno, 2001).
Ikan
adalah bahan pangan yang mudah rusak, terutama dalam keadaan segar, sehingga
mutu menjadi rendah. Kerusakan ini dapat terjadi secara biokimiawi dan
mikrobilogi. Oleh karena itu kesempurnaan dalam penanganan (handling) ikan
segar memegang peranan penting. Tujuan dari penanganan itu sendiri adalah untuk
mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu selama mungkin. Dalam penanganan ikan
segar, diusahakan suhu selalu rendah mendekati 0 0 C.
Untuk
memperpanjang daya simpan dan awet ikan dapat dilakukan pengawetan dengan
mengggunakan suhu tinggi. Pengawetan yang dilakukan berupa pengasapan dan
pindang ikan. Proses pengasapan ikan merupakan gabungan aktifitas
penggaraman, penggeringan dan pengasapan. Adapun tujuan utama proses
penggaraman dan penggeringan adalah membunuh bakteri dan membantu mempermudah
melekatnya partikel-partikel asap waktu proses pengasapan berlangsung. Dalam
proses pengasapan,unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari
pembakaran kayu.
Pada
pengasapan menghasilkan efek pengawetan yang berasal dari beberapa senyawa
kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya senyawa-senyawa : aldehide dan
asam-asam organic (asam semut dan asam cuka). Sedangkan pemindangan adalah
merebus ikan dalam larutan garam yang wadahnya berbeda-beda.
Senyawa
TVB pada dasarnya dapat terbentuk dari degradasi protein dan
derivat-derivatnya. Juga dari senyawa N lainnya yang disebabkan untuk aktifitas
bakteri. TVB terbentuk sehingga hasil pembusukkan selain disebabkan oleh
aktifitas mikroba yang disebabkan oleh proses autolisis, oksidasi/kombinasi
dari aktifitas mikroba, autolisis dan oksidasi.
1.2. Tujuan dan manfaat
Adapun tujuan dari praktikum Thermal adalah untuk
dapat mengetahui prisip-prinsip dari proses Thermal, dalam hal ini dapat
mengetahui cara sterilisasi bahan, mengetahui penurunan mutu bahan makanan
dengan suhu thermal, serta dapat pula mengetahui cara dan prosedur pembuatan
ikan sardin (pembotolan ikan). Sedangkan
manfaat yang dapat diambil adalah dapat menciptakan kelompok kerja yang kompak atau
tim work yang baik, manfaat lainnya adalah dapat menambah ilmu tentang proses
thermal lebih banyak lagi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan kaleng merupakan salah satu produk hasil
pengawetan dan pengolahan yang telah disterilisasi dan dikemas dalam kaleng.
Selain kaleng, kemasan botol juga sering digunakan sebagai tempat penyimpanan
hasil pengawetan dan pengolahan ikan rumah tangga (Afrianto dan Liviawati,
1989).
Di antara bakteri-bakteri yang
berhubungan dengan pengalengan ikan, Clostridium botulinum adalah yang
paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat menghasilkan racun botulin dan
membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan selama empat menit pada suhu 120
derajat C atau 10 menit pada suhu 115 derajat C sudah cukup untuk membunuh
semua strain C. botulinum (A-C). Karena sifatnya yang tahan panas,
jika proses pengalengan dilakukan secara
tidak benar, bakteri tersebut dapat aktif kembali selama penyimpanan.
Sterilisasi merupakan tahapan yang penting dalam
proses pengalengan. Pada tahap ini peranan medium (larutan pengisi) seperti
souce tomat cukup besar. Selain sebagai pengatur proses medium juga berperan
untuk menambah rasa pada produk yang dikalengkan atau dibotolkan (Poernomo,
Murdina dan Nasran,1984).
Sterilisasi adalah pemusnahan mikroorganisme
dengan cara pemanasan yang dilakukan pada suhu dan waktu tertentu, suhu
sterilisasi yang sering dipakai adalah dengan autoclave dengan suhu 121 °C dan
waktunya selama 15 menit.sasaran sterilisasi adalah bakteri yang tahan panas
(bakteri termophil) terutama Closteridium
botulinum, bakteri ini membentuk spora yang tidak mati dengan pemanasan,
spora ini hidup terus dan akan berkembang biak jika kaleng terbuka dan jika
spora memperoleh oksigen, itulah sebabnya ikan kaleng dapat membusuk bila
kalengnya bocor (Muryati, 1992)
Waktu untuk memproses (sterilisasi) dihitung sejak
suhu dalam retort (autoclav) mencapai suhu tinggi tertentu seperti 1210C
(suhu sterilisasi). Pemprosesan
ikan kaleng tidak boleh terlalu lama (over cooking) sehingga mengakibatkan
pembusukan. Bila wadah terbuat dari gelas (botol jam), maka waktu pemprosesan
sama atau lebih lama sebab gelas lebih lambat melewatkan panas (Moeljanto,
1992).
Terdapatnya bakteri pada bahan pangan yang telah
mengalami sterilisasi kemungkinan terjadi karena sifat ketahanan panas
mikroorganisme. Hal ini sesuai pada pendapat Fardiaz (1992) bahwa terdapat
factor-faktor mikroorganisme maupun lingkungan yang berpengaruh terhadap
ketahanan panas suatu mikroorganisme. Factor-faktor tersebut diantaranya jumlah
sel mikroorganisme, umur sel, suhu pertumbuhan, air, lemak, garam, pH, nilai
karbohidrat, protein yang terdapat dalam bahan pangan.
Menurut Syarif (1989), peningkatan tekanan
internal dalam kaleng karena pembentukan gas dapat disebabkan oleh aktivitas
jasad renik. Pembentukan gas hidrogen menimbulkan “hydrogen swell” yang
disebabkan oleh : a) meningkatnya keasaman makanan, b) meningkatnya suhu
penyimpanan, c) pelapisan kaleng bagian dalam tidak sempurna, d)proses
echausing tidak sempurna, e)terdapat komponen terlarut dari sulfur dan fosfat.
Dalam hubungannya dengan penutupan wadah botol
industri pengalengan terutama memperhatikan tiga elemen penting, yaitu bagian
finish wadah, gasket atau lapisan yang membuat penutupan rapat, dan tutup wadah
yang dapat berupa jenis fres on dengan tidak memiliki kunci dan cara penutupan
ditekandan lug tife dengan 4-6 kunci dan memiliki ruang hampa udara. Tutup yang
paling umum digunakan adalah screw cap. Tutup ini terbuat dari kaleng yang
dilapisi oleh pulpboard dan dilapisi oleh kertas berlapis tipis yang dibuat
dari plastik tertentu, tergantung fari jenis bahan pangan yang dikalengkan
(Dewita, 2006).
Suparmi
(1991), menjelaskan pada pengalengan makanan sering dikenal dengan istilah
sterilisasi komersial (comersial sterilization), yaitu sterilisasi yang biasa
digunakan untuk membinasakan semua mikroba penyebab penyakit (pathogenic),
pembentuk toxin dan mikroba pembusuk.
Menurut
Murniati dan Sunarman (2000), proses industri pengalengan ikan meliputi
beberapa tahap yaitu, persiapan bahan mentah (precooking), pengisian (filling),
penghampaan (exhausting), sterilisasi, pendinginan, dan pelabelan.
Tahap-tahap
pengalengan pada umumnya dilakukan menurut Maamoen (1986), antara lain : 1)
perlakuan terhadap bahan mentah, 2) pengisian ikan ke dalam kaleng,
3)exhausting yaitu vakum (mengosongkan untuk memindahkan udara dari kaleng), 4)
prnutupan dan penyegelan kaleng, 5) pemanasan juga disebut retoring, 6)
pendinginan dan pencucian kaleng yang diproses, 7) pemberian etiket.
Pada
pembotolan bahan pangan, suhu dan waktu sterilisasi merupakan peranan yang
sanat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jika suhu yang
digunakan rendahmaka waktu pemanasan relatif singkat. Sterilisasi merupakan
tahap yang pentig dalam proses pembotolan. Pada tahap ini peranan medium
(larutan pengisi) seperti sauce tomatcukup besar. Selain sebagai penghantar
panas, medium juga berperan untuk menambah rasa pada produk yang dibotolkan
(Poernomo, Murdinan dan Nasran, 1984). Buckle et al., (1987) menyatakan
bahwa makanan yang bersifat asam dapat digunakan pengemas dari botol (gelas),
hal ini disebabkan produk yang bersifat asam hanya membutuhkan perlakuan panas
yang ringan.
Kecepatan
pembusukan sangat ditentukan oleh suhu dan kontaminan lingkungan. Pada suhu
lingkungan yang tropis proses pembusukan berjalan dengan cepat jika tidak
segera dilakukan usaha pengawetan dan pengolahan (Putro, 1977).
Winarno (1980), sifat inert (tidak bereaksi) dan tahan
panas dari gelas biasanya digunakan untuk wadah dari makanan yang mengandung
kadar asam tinggi, seperti sari buah jeruk, tomat, dan sebagainya. Makanan
tersebut mamiliki pH yang rendah untuk itu tidak memerlukan panas yang tinggi
karena adanya asam yang bersifat pengawet.
Pada pengasapan
yang berperan adalah asapa kayu. Asap kayu terdiri dari uap dan padatan
yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi
kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia
yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut
memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel
padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan
makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol
yang terkandung dalam asap.
Prinsip
dari TVB adalah menguapkan senyawa volatile basa yang terdapat pada ekstrak
daging ikan pada suhu 35
C selama 2 jam atau pada suhu kamar selama semalam.
Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam boraks dan kemudian dititrasi dengan
larutan N/70 HCl (Yunizal,1891).
METODA PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum
Praktikum Thermal
mengenai Produk dengan penanganan suhu tinggi ini dilaksanakan pada setiap hari Rabu dan Sabtu pada pukul 08.00 Wib. Adapun tempat pelaksanaannya adalah di
laboratorium Mikrobiologi Pangan FAPERIKA UNRI.
3.2. Bahan dan alat
3.2.1. Membandingkan produk-produk yang berbeda pabrik terhadap makanan
kaleng.
·
Bahan : Sardines saus tomat, Susu kotak Frisian
Flag’’ Coll Berry”
·
Alat :
Pembuka kaleng, gergaji kaleng, kertas lakmus, beker gelas, saringan,
timbangan.
3.2.2. Pembotolan Ikan
·
Bahan : Ikan tongkol 1 kg, tomat,
bawang putih, garam, gula
·
Alat : Botol, autoclave, kertas label, blender, kukusan, saringan, pisau, wajan
3.2.3. Uji Organoleptik dan Kimia
(TVB) ikan asap dan pindang
·
Bahan : Ikan asap dan pindang, TCA 7%, vaselin, kalium
carbonat (K2CO3), asam boraks (H3BO3),
HCL n/70 =0,01428 n, plastik putih.
Alat : Cawan Conway, Pipet tetes, Blender, Incubator,
Kertas saring, Buret, Pipet mikro, Droper
dan Timbangan
3.3. Metoda Praktikum
Metoda praktikum
yang digunakan adalah metoda percobaan secara langsung yang dilakukan di
laboratorium secara kelompok.
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Membandingkan produk-produk yang berbeda pabrik terhadap makanan
kaleng.
Prosedur
yang digunakan adalah :
- Setiap produk (ikan kaleng dan susu kotak Frisian flag”cool berry”) diperiksa keadaan luar dan dalam
- Keadaan fisik
- Untuk ikan kaleng penutup kaleng digergaji untuk melihat lipatan
- Perkaratan yang terjadi
- Keadaan bibir kaleng
- Berat bahan padat dalam kaleng
- Berat bahan cair
- pH produk
- Enamel
3.4.2. Pembotolan Ikan
Prosedur pembuatan pembotolan ikan :
- Ikan segar dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir.
- Selanjutnya ikan dipotong pada bagian kepala dan ekornya lalu dicuci kembali.
- Ikan tersebut dimasukan kedalam dandang untuk dikukus
- Botol yang akan digunakan dicuci bersih
- Kemudian Masukan ikan yang telah dikukus dan masukan saus tersebut kedalam botol yang berisi ikan dimana isi saus dalam botol tidak memenuhi seluruh permukaan botol, yaitu 2/3 dari permukaan botol. Tutup botol, tetapi tidak rapat.
- Disterilisasikan kedalam autoclave pada suhu 121 °C selama 1 jam. Tutup botol tidak boleh ditutup rapat.
- Dinginkan. Sarden/ikan botol diamati selama 3 (tiga) hari.
3.4.3.
Uji Organoleptik dan Kimia (TVB) ikan asap dan pindang
Prosedur kerja uji
Organoleptik :
- Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.
- Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.
- Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan
- Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
Prosedur kerja untuk
Indikator TVB sebagai berikut :
- Sampel ditimbang sebanyak 5 gr masukkan kedalam lumping, kemudian tambahkan 15 ml TCA 7 % digerus sambil dilarutkan.
- Disaring dengan kertas saring.
- Hasil saringan sampel yaitu filtratnya (cairan) diambil sebanyak 1 ml (20 tetes) dengan pipet tetes dimasukkan kedalam outner chamber cawan Qanway.
- Sebelum pengerjaan sampel, dimasukkan 1 ml H3BO3 (asam boraks) kedalam inner chamber cawan petri.
- Dimasukkan 1 ml K2CO3 jenuh (Kalium carbonat) kedalam outner cawan Qanway.
- Digoyangkan cawan Qanway lalu di inkubasi dalam incubator suhu 37 C selama 2 jam.
- Hasil inkubasi dititrasi dengan HCL N/70 sampai warna menjadi merah (pink).
- Lakukan perhitungan yaitu kadar TVB-N.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Membandingkan
produk-produk yang berbeda pabrik terhadap makanan kaleng.
Hasil yang didapat pada pengamatan kondisi internal
dan eksternal kemasan kaleng pada produk Ikan Sarden dan produk Minuman adalah
:
Tabel 1. Kondsi Internal dan Eksternal Kemasan Kaleng
No
|
Yang Diamati
|
Jenis Produk
|
|
Ikan Sarden Kaleng
|
Minuman (UHT)
|
||
A
B
C
|
Nama Produk
Jenis Produk
Buatan
Ciri – ciri Produk
Keadaan Eksternal
Sambungan luar bibir
Cover (lipatan cover)
Bibir cover
Tulisan pada label
Apakah cover ,kertas atau kaleng dicetak
Tgl kadaluarsa
Keadaan Internal
Volume isi
Berat padat ikan
Berat saus
pH saus tomat
Rasa saus tomat
Rupa saus tomat
Bau saus tomat
Tekstur
Keadaan sambung
Apa ada berkarat
|
Sardines Saus tomat
Makanan
PT. Blambangan Raya, Banyuwangi -
Indonesia
Warna saus tomatnya merah dan sausnya kental,
warna kemasan berwarna merah, ada tulisan tetapi hurufnya tidak timbul.
Timbul, tidak bergerigi
Menyatu dengan lipatan kaleng dan hanya
satu lipatan
Masih baik dan menyatu dengan cover
Nama produk, komposisi, kode produk,
informasi nilai gizi, Dep. Kes. RI. MD. No. 517113028057, Berat bersih,
Dicetak dengan huruf, tetapi cetakannya
tidak timbul pada kemasan kaleng, sehingga hurufnya bisa pudar.
22 Januari 2011
167,60 gr
31,29 gr
55,77 gr
5,5
Asam – manis
Kental, saus berwarna merah
Bau tomat
Lembut
Masih baik, menyambung kuat dan tidak
korosif
Tidak berkarat
|
Susu Frisian Flag “Coll Berry:
Minuman
PT. Frisian Flag Indonesia
Warna airnya merah, rasa manis
seperti strawberrry, kental, ada tulisan tetapi hurufnya tidak timbul.
Menyatu dengan lipatan
Masih baik dan menyatu dengan cover
Masih baik
Nama produk, berat bersih (netto), komposisi,
maklumat pemakanan, kode produk dan kandunagn gizi
Dicetak dengan huruf, tetapi cetakannya tidak
timbul pada kemasan, sehingga hurufnya
bisa pudar.
Oktober 2010
115 ml
-
-
-
-
-
-
-
-
Sambungannya kuat dan kondisinya baik
Tidak berkarat
|
4.1.2 Pembotolan Ikan (Ikan
Botol)
Hasil yang didapat dari pembuatan ikan botal dan
pengamatan yang dilakukan terhadap ikan botol selama 0 – 7 hari serta uji organoleptiknya adalah :
Tabel 2. Perubahan Ikan Botol selama
Penyimpanan
No
|
Kriteria
|
Penyimpanan 3 hari
|
Penyimpanan 7 hari
|
1
|
Visual
Kenampakan
Keadaan Kemasan
Warna
Bau
Rasa
|
Kondisi ikan botol sama dengan kondisi
ikan kaleng dan tidak terjadi perubahan apa –apa dalam waktu penyimpanan 3 hari. Kondisi botol tidak terjadi
perubahan
Kenampakan botol biasa saja dan tidak
terjadi perubahan apa – apa. Warna saus juga tidak berubah.
Keadaan kemasan baik, dan tidak terjadi
perubahan apa – apa.
Warna ikan botol tidak terjadi
perubahan. Warna saus berwarna merah.
Terasa bau saus tomat dan bau spesifik
ikan
Rasa saus terasa asam manis
Rasa ikan sudah bercampur dengan saus.
Tapi rasa spesifik dari ikan masih terasa dengan jelas.
|
Kondisi ikan botol telah memperlihatkan
perubahan dibandingkan 3 hari.
Kondisi botol tidak terjadi perubahan.
Kenampakan botol biasa saja dan tidak
terjadi perubahan apa – apa. Warna saus juga tidak berubah.
Keadaan kemasan baik, dan tidak terjadi
perubahan apa – apa.
Warna saus sudah mulai agak merah
kecoklatan karena bercampur dengan saus .
Terasa bau saus tomat dan bau spesifik
ikan. Tetapi mulai terasa bau yang kurang sedap.
Rasa saus terasa asam manis
Rasa ikan sudah bercampur dengan saus.
Tapi rasa spesifik dari ikan masih terasa dengan jelas.
|
Tabel 3. Uji Organoleptik
(Uji Kesukaan)
Kriteria
|
Nilai
|
Hari
|
|||
0
|
3
|
7
|
10
|
||
A. Rupa
- Sangat
suka
- Suka
- Netral
- Kurang
Suka
- Tidak
Suka
|
9
7
5
3
1
|
9
|
7
|
3
|
-
|
B. Tekstur
- Sangat
suka
- Suka
-
Netral
- Kurang
Suka
- Tidak
Suka
|
9
7
5
3
1
|
9
|
7
|
5
|
-
|
C. Bau
- Sangat
suka
-
Suka
-
Netral
- Kurang
Suka
- Tidak
Suka
|
9
7
5
3
1
|
9
|
7
|
3
|
-
|
D. Rasa
- Sangat
suka
-
Suka
-
Netral
- Kurang
Suka
- Tidak
Suka
|
9
7
5
3
1
|
7
|
3
|
1
|
-
|
4.1.3. Uji Organoleptik dan Kimia (TVB)
ikan asap dan pindang
Uji
Organoleptik :
A.
RUPA
Amat sangat suka
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Amat sangat tidak
suka
|
Nilai
|
Ikan
Asap
|
Ikan
Pindang
|
9
8
7
6
5
4
3
2
1
|
6
|
4
|
|
B.
RASA
Amat suka
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Amat tidak suka
|
9
8
7
6
5
4
3
2
1
|
6
|
3
|
C.
BAU
Amat sangat suka
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat
tidak suka
Amat
sangat tidak suka
|
9
8
7
6
5
4
3
2
1
|
7
|
3
|
D.
TEKSTUR
Amat sangat suka
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Amat sangat tidak
suka
|
9
8
7
6
5
4
3
2
1
|
6
|
4
|
Uji
Kimia (TVB)
Hasilnya adalah :
X = 4,0
Y = 3,9
Kadar TVB-N = (X - Y) x
=
( 4,0 - 3,9) x
gram
=
gram
=
0,8 gram
4.2.
Pembahasan
4.2.1. Membandingkan produk-produk yang berbeda pabrik terhadap makanan kaleng.
Susu merupakan sumber gizi terbaik bagi mamalia yang
baru dilahirkan. Susu disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena
kandungan zat gizinya yang lengkap. Selain air, susu mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral,
enzim-enzim, gas serta vitamin A, C dan D dalam jumlah memadai. Manfaat susu
merupakan hasil dari interaksi molekul-molukel yang terkandung di dalamnya.
Susu segar merupakan cairan yang berasal dari
kambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar
yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun (SNI013141-1998). Dalam prakteknya sangat kecil peluang kita untuk mengonsumsi
susu segar definisi SNI tersebut di atas. Umumnya susu yang dikonsumsi masyarakat
adalah susu olahan baik dalam bentuk cair (susu pasteurisasi, susu UHT ) maupun
susu bubuk. Susu pasteurisasi merupakan susu yang diberi
perlakuan panas sekitar 63-72 derjat Celcius selama 15 detik yang bertujuan
untuk membunuh bakteri patogen. Susu pasteurisasi harus disimpan pada suhu
rendah (5-6derjat Celcius) dan memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari.
Susu bubuk berasal susu segar baik dengan atau tanpa
rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian
dikeringkan. Umumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau
roller drayer. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah 2 tahun dengan penanganan
yang baik dan benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu
bubuk berlemak (full cream milk prowder), susu bubuk rendah lemak (partly skim
milk powder) dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk prowder) (SNI01-2970-1999) .
Susu UHT (ultra high temperature) merupakan susu
yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang
singkat (135-145 derjat Celcius) selama 2-5 detik (Amanatidis, 2002). Pemanasan
dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk
maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk
mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk
mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya. Susu cair segar UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untukmembunuh seluruh mikroba, sehingga memiliki mutu yang sangat baik.
mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya. Susu cair segar UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untukmembunuh seluruh mikroba, sehingga memiliki mutu yang sangat baik.
Secara kesuluruhan faktor utama penentu mutu susu
UHT adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasannya. Bahan baku susu UHT
cair segar adalah susu segar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam
komposisi gizi. Hal ini didukung oleh perlakuan pra panen hingga pasca
panen yang terintegrasi. Pakan sapi harus diatur agar bermutu baik dan
mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas dari antibiotika dan
bahan-bahan toksis lainnya. Dengan demikian, sapi perah akan
menghasilkan susu dengan komposisi gizi yang baik. Mutu susu segar juga
harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk di dalamnya
adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi
alat pemerah dan sanitasi pekerja. Susu segar yang baru diperah harus
diberi perlakuan dingin termasuk transportasi susu menuju pabrik.
komposisi gizi. Hal ini didukung oleh perlakuan pra panen hingga pasca
panen yang terintegrasi. Pakan sapi harus diatur agar bermutu baik dan
mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas dari antibiotika dan
bahan-bahan toksis lainnya. Dengan demikian, sapi perah akan
menghasilkan susu dengan komposisi gizi yang baik. Mutu susu segar juga
harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk di dalamnya
adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi
alat pemerah dan sanitasi pekerja. Susu segar yang baru diperah harus
diberi perlakuan dingin termasuk transportasi susu menuju pabrik.
Susu UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan
kemasan aseptik multilapis berteknologi canggih, Kemasan multilapis ini kedap
udara
sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri
perusak minuman, maka susu UHT pun tetap segar dan aman untuk
dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya
sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya dengan
terlindungnya dari sinar ultra violet maka kesegaran susu UHT pun akan
tetap terjaga. Setiap kemasan aseptik multilapis susu UHT disterilisasi
satu per satu secara otomatis sebelum diisi dengan susu. Proses tersebut
secara otomatis dilakukan hampir tanpa adanya campur tangan manusia
sehingga menjamin produk yang sangat higienis dan memenuhi standar
kesehatan internasional. Dengan demikian teknologi UHT dan kemasan aseptic multilapis menjamin susu UHT bebas bakteri dan tahan lama tidak membutuhkan bahan pengawet dan tak perlu disimpan di lemari pendingin hingga 10 bulan.
sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri
perusak minuman, maka susu UHT pun tetap segar dan aman untuk
dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya
sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya dengan
terlindungnya dari sinar ultra violet maka kesegaran susu UHT pun akan
tetap terjaga. Setiap kemasan aseptik multilapis susu UHT disterilisasi
satu per satu secara otomatis sebelum diisi dengan susu. Proses tersebut
secara otomatis dilakukan hampir tanpa adanya campur tangan manusia
sehingga menjamin produk yang sangat higienis dan memenuhi standar
kesehatan internasional. Dengan demikian teknologi UHT dan kemasan aseptic multilapis menjamin susu UHT bebas bakteri dan tahan lama tidak membutuhkan bahan pengawet dan tak perlu disimpan di lemari pendingin hingga 10 bulan.
Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah simpannya yang
sangat panjang pada suhu kamar yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet
dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. Jangka waktu ini lebih lama
dari umur simpan produk susu cair lainnya seperti susu pasteurisasi. Selain itu
susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena bebas dari
seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit dan pembusuk) serta spora
sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir
tidak ada. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah. Proses pengolahan susu cair dengan teknik sterilisasi atau pengolahan menjadi susu bubuk sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan mutugizinya terutama vitamin dan protein. Pengolahan susu cair segar menjadi susu UHT sangat sedikit pengaruhnya terhadap kerusakan protein.
seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit dan pembusuk) serta spora
sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir
tidak ada. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah. Proses pengolahan susu cair dengan teknik sterilisasi atau pengolahan menjadi susu bubuk sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan mutugizinya terutama vitamin dan protein. Pengolahan susu cair segar menjadi susu UHT sangat sedikit pengaruhnya terhadap kerusakan protein.
Kerusakan protein pada pengolahan susu dapat berupa
terbentuknya pigmen coklat akibat proses pemanasan dalam waktu yang cukup lama,
seperti pada susu bubuk. Hal ini yang akhirnya dapat merusak protein yaitu
menyebabkan
menurunnya daya cerna protein. Reaksi
pencoklatan (Mallard) dan rasemisasi asam amino telah berdampak kepada
menurunnya ketersedian lisin pada produk-produk olahan susu. Penurunan
ketersediaan lisin pada susu UHT relatif kecil yaitu hanya mencapai 0-2 persen.
4.2.2. Pengalengan / Pembotolan Ikan
Dari hasil pembuatan ikan botol/ikan kaleng ini
yang telah dilakukan sterilisasi pada suhu 1210C dengan menggunakan
autoclave sesuai dengan
prosedurnya setelah terbentuk maka dilakukan tahap penyimpanan dengan jangka
waktu satu minggu dimana nilai oranoleptiknya masih bagus tapi memiliki sedikit
perubahan dari hari pertama kehari-hari berikutnya.
Dalam menentukan
kemunduran mutu dari bahan pangan olahan seperti ikan botol/kaleng selalu
dilakukan uji organoleptik yaitu penilaian dengan indrawi. Pengujian ini banyak
disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang
penilaian ini dapat memberi hasil yang teliti, dengan indrawi dapat melebihi
ketelitian alat yang paling sensitive.
Umur simpan
makanan kaleng sangat bervariasi
tergantung dari jenis bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang
dilakukan dan kondisi tempat penyimpanan.
Ikan botol adalah daging yang dikukus menggunakan
uap air 1000 C yang sebelumnya telah disiangi. Sehingga tinggal
bagian badan dengan menambahkan medium seperti saus tomat, gula, garam dan
bumbu lainnya. Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan
pangan yang membantu mempertahankan mutu, dapat mengurangin terjadinya
kerusakan, dapat mencegah kontaminasi, memperkecil oksidasi lemak serta
mencegah tumbuhnya jamur. Selain itu, pengemasan juga berperan dalam menjaga
bahan pangan tetap bersih dan higienis (Buckle et. Al, 1985)
Keuntungan
utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah:
1. Kaleng dapat menjaga bahan
pangan yang ada di dalamnya. Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup
secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau
bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan
penampakan dan cita rasanya.
2. Kaleng dapat juga menjaga
bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan.
3. Kaleng dapat menjaga bahan
pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel
radioaktif yang terdapat di atmosfer.
4. Untuk bahan pangan berwarna
yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap
cahaya.
Jika proses pengolahan dan penyimpanan
dilakukan dengan baik, makanan dalam kaleng umumnya awet sampai jangka waktu
dua tahun. Beberapa
hal yang menyebabkan awetnya ikan dalam kaleng adalah:
1. ikan yang digunakan telah melewati tahap seleksi, sehingga mutu dan
kesegarannya dijamin masih baik.
2. Ikan tersebut telah melalui
proses penyiangan, sehingga terhindar dari sumber mikroba kontaminan, yaitu
yang terdapat pada isi perut dan insang.
3. Pemanasan telah cukup untuk
membunuh mikroba pembusuk dan penyebab penyakit.
4. Ikan termasuk ke dalam makanan
golongan berasam rendah, yaitu mempunyai kisaran pH 5,6 - 6,5. Adanya medium pengalengan
dapat meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH), sehingga produk dalam
kaleng menjadi awet. Pada tingkat keasaman yang tinggi (di bawab pH 4,6), Clostridium
botulinum tidak dapat tumbuh.
5. Penutupan kaleng dilakukan
secara rapat hermetis, yaitu rapat sempurna sehingga tidak dapat dilalui oleh
gas, mikroba, udara, uap air, dan kontaminan lainnya. Dengan demikian, produk
dalam kaleng menjadi lebih awet.
4.2.3. Uji
Organoleptik dan Kimia (TVB) ikan asap
dan pindang
Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan
berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk. Dalam
penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk
adalah sifat indrawinya. Penilain indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima
bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat sifat bahan, mengingat kembali
bahan yang telah diamati,dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut.
Cita rasa suatu makanan terdiri atas tiga komponen yaitu:
bau, rasa dan ransangan mulut, yang dapat diamati oleh indra pembau adalah: zat
berbau berbentuk uap sedikitlarut dalam air, sedikit larut dalam lemak dan molekul
- molekul bau harus sempat menyentuh silia sel olfaktori dan diteruskan ke otak
dalam bentuk impuls listrik oleh ujung syaraf olfkatori. Sedangkan yang
mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan
komponen rasa yang lain.
Untuk mengetahui jumlah bakteri pada ikan segar maupun ikan
olahan kita harus mengujinya dengan menggunakan indikator TVB, TMA, dan TPC
sehingga kita mengetahui jumlah bakteri yang terdapat pada ikan dan produk
olahan tersebut. Apakah produk masih layak dikonsumsi atau tidak. Dan juga pada
pengukuran pH. Apabila pH produk tersebut sudah bersifat basa, maka akan mulai
terjadi pembusukan.
Prinsip dari TVB adalah menguapkan senyawa volatile basa yang
terdapat pada ekstrak daging ikan pada suhu 35
C selama 2 jam atau pada suhu kamar selama semalam.
Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam boraks dan kemudian dititrasi dengan
larutan N/70 HCl (Yunizal,1891).
Senyawa TVB pada dasarnya dapat terbentuk
dari degradasi protein dan derivat-derivatnya. Juga dari senyawa N lainnya yang
disebabkan untuk aktifitas bakteri. TVB terbentuk sehingga hasil pembusukkan
selain disebabkan oleh aktifitas mikroba yang disebabkan oleh proses autolisis,
oksidasi/kombinasi dari aktifitas mikroba, autolisis dan oksidasi.
Ilyas (1983),
Kandungan TMA, TVB dari ikan laut lebih banyak dari ikan air tawar, sehingga
memungkunkan ikan laut tersebut akan cepat mengalami kemunduran mutu. Connel
(1975) menyatakan bahwa untuk menentukan tingkat kemunduran ikan batas
penolakan mutu ikan untuk kandungan TVB adalah 35 sampai 40 mg per 100 g
daging.
Butiran-butiran
asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi
penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging
ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu
dan kandungan air dari ikan yang diasapi. Bila kayu atau serbuk kayu dibakar,
maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih
pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam organic. Selain lignin
diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan
menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20
macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang
dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk
mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu keras
( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak
akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan
hal-hal dan bau yang tidak diinginkan. Tinggi rendahnya efisiensi proses
pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin
yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi, maka beratnya kan manjadi lebih
ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat
ke unit pengasapan dan melintasi ikan-ikan didalamnya.Banyaknya uap air yang
diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka
kapasitas pengeringan akan lebih tinggi.Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang
telah panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan
uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi
pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas
pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua,
dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan
asap.Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu
dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu
yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan
akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam,sehingga
kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.
A. PENGASAPAN
Pada pengasapan
yang berperan adalah asapa kayu. Asap kayu terdiri dari uap dan padatan
yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi
kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia
yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut
memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel
padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan
makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol
yang terkandung dalam asap.
1. Komposisi ikan patin segar
Siregar
(1995), menyatakan bahwa komposisi kimia yang terkandung dalam ikan patin segar
yaitu : 75-85% air, 14-16% protein,
6-13% lemak. Dan kandungan lemaknya dilaporkan semakin tinggi dengan
semakin besarnya ukuran ikan.
2. Jenis Pengasapan
Ada dua jenis pengasapan yaitu pengasapan panas dan
pengasapan dingin, semuanya tergantung jumlah panas yang digunakan Selain itu,
berkembang pula cara pengasapan yang tergolong baru berupa pengasapan elektrik
dan pengasapan liquid yang dikenal dengan pengaspan cair.
2.1. Pengasapan Dingin
Pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu
rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 330C (sekitar 15-330C).
Waktu pengasapan dapat mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan
agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein di dalamnya tidak
terkoagulasi. Akibatnya, ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah
masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah menjadi produk
siap santap.
2.2. Pengasapan Panas
Pengasapan panas dengan menggunakan suhu pengasapan yang
cukup tinggi, yaitu 80-900C. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan
pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu
yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu
sebelum disantap. Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak
aktif sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga
dikarenakan asap. Jika suhu yang digunakan 30-500C maka disebut
pengasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhunya 50-900C, maka
disebut pengasapan panas pada suhu tinggi.
2.3.
Pengasapan Elektrik
Ikan asap dengan asap dari pembakaran gergaji (serbuk
gergaji) yang dilewatkan medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun
mengalami tahap pengeringan untuk mempersiapkan permukaan iakn menerima
partikel asap, lalu tahap pengasapan, dan tahap pematangan. Pada ruang pengasap
dipasang kayu melintang di bagian atas dan dililiti kabel listrik. Ikan
digantung dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut.
2.4. Pengasapan Cair
Asap liquid pada dasarnya
merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari destilasi
kering terhadap kayu. Pada destilasi kering tersebut, vinegar kayu dipisahkan
dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam dapur
secukupnya, kemudian ikan direndam dala larutan asap tersebut selama beberapa
jam.
3. Jenis Bahan Baku
3.1. Ikan
Ikan
yang akan diolah harus dalam keadaan segar dan tidak mengalami cacat fisik.
Berbagai jenis ikan diolah menjadi produk asap misalnya tongkol, patin, cucut,
tenggiri, belanak, bandeng, cumi-cumi, dll.
3.2. Bahan Bakar / Kayu
Untuk
menghasilkan ikan asap yang bermutu tinggi sebaiknya digunakan jenis kayu yang
mampu menghasilkan asap dengan kandungan unsure phenol dan asam organik tinggi,
karena kedua unsur lebih banyak melekat pada tubuh ikan dan dapat menghasilkan
rasa, aroma maupun warna daging ikan asap yang khas. Sebaiknya digunakan jenis
kayu yang keras atau tempurung kelapa sebagai bahan bakar.
B. PEMINDANGAN
Pada
dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan
yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut
dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama
waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah itu digunakan sebagai tempat ikan
selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai sebagai kemasan
selama transportasi dan pemasaran.
Garam
yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan,
sedangkan pemanasan mamatikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama
bakteri pembusuk dan pathogen. Selain itu, pemanasan dengan kadar garam tinggi
menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak. Ikan pindang pun menjadi
lezat dan lebih awet ketimbang masih segar.
Ikan
pindang yang baik dapat dinilai dari mutu dan daya awetnya. Semakin tinggi mutu
dan daya awet ikan pindang, maka akan semakin tinggi pula harga jualnya.
Mendapatkan ikan pindang yang bermutu baik dengan daya awet yang tinggi tidak
terlepas dari sanitasi dan higienitas yang baik selama melakukan pengolahan.
Ikan
pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Minimal empat parameter
sensoris yang perlu dinilai, yaitu rupa dan warna, bau, rasa, dan tekstur.
Adanya jamur dan lender juga diamati. Untuk mendapatkan mutu pindang yang
tinggi, diperlukan cara pengolahan yang baik dan benar, diikuti pengawasan mutu
yang ketat, serta nilai higienis yang terpelihara.
1. Komposisi Ikan Kembung Segar
Anonimous (2004), menyatakan bahwa komposisi kimia yang terkandung
dalam ikan kembung yaitu, protein 22%,
lemak 1,0% dan karbohidrat 0%.
2. Jenis Perebusan
Pemindangan
dapat dikelompokkan berdasarkan proses, wadah yang digunakan, jenis ikan,
perlakuan atau bumbu yang ditambahkan, dan daerah asal.
2.1. Pindang Cue
Pindang
cue adalah pindang pindang yang perebusannya di dalam air garam. Pembuatan
pindang cue lebih sederhana dibanding cara pembuatan pindang pada umumnya.
Rasanya pun lebih lezat dibanding pindang biasa. Kebanyakan ikan- ikan yang
diolah menjadi pindang cue adalah ikan-ikan ukuran kecil seperti ikan selar,
ikan laying, ikan bandeng kecil, tongkol kecil dan lain-lain. Cara
pengolahannya yaitu, Ikan-ikan yang hendak diolah menjadi pindang cue harus
dipilih yang masih bagus, kondisi baik, segar, dan tidak ada bagian tubuh yang
terluka karena satu dan lain. Selanjutnya ikan tidak perlu disiangi, tetapi
cukup dicuci sampai benar-benar bersih. Setelah bersih, kemudian ditata dalam
besek. Setiap besek dapat berisi satu atau dua lapis ikan. Pengaturan ikan
dalam besek harus ditaburu garam secukupnya (sebaiknya menggunakan garam
halus). Sementara itu disiapkan larutan garam 25%, yang dapat dibuat dengan
mencampur satu bagian garam dengan empat bagian air, lalu diaduk sampai merata.
Larutan garam ditempatkan dalam sebuah kuali besar atau bisa juga menggunakan
sebuah drum kecil, kemudian dimasak sampai larutan itu mendidih. Apabila
larutan garam telah mendidih, besek besek yang berisi ikan dicelupkan
kedalamnya selama 15-30 menit. Sesudah itu diangkat dan ditiriskan, lalu
disiram dengan air garam panas. Ikan-ikan telah menjadi pindang cue dan
dibiarkan tetap dalam besek dan letakkan ditemput teduh agar dingin.
Selanjutnya ditumpuk dan diikat. Pindang cue siap untuk dipasarkan.
2.2. Pindang
Kendil
Pindang
kendil adalah pindang pindang garam yang dibuat dengan menggunakan wadah
kendil. Ikan-iakn yang hendak diolah menjadi pindang kendil umumnya tidak perlu
disiangi, tatapi cukup dicuci hingga bersih. Yang nantinya ikan-ikan tersebut
akan disusun diatas kendil.
3.3. Pindang Besek
Pindang
besek adalah pindang cue dengan wadah besek.
3.4. Pindang Gaya baru
Pindang gaya baru adalah Perpaduan antara beberapa
perebusan.
3.5. Pindang Presto
Pindang presto adalah pemindangan dengan tekana tinggi,
pindang duri lunak. Proses pembuatannya menggunakan pemanasan dalam suasana
bergaram. Untuk presto sebaiknya dipilih ikan yang berukuran cukup besar. Cara
pengolahannya yaitu, mula-mula ikan dibersihkan, disortasi, disiangi, dicuci,
lalu direndam larutan garam 3% selama 15-20 menit untuk menghilangkan sisa
darah, kotoran dan lender. Setelah bersih, ikan ditaburi garam halus sebanyak
2% dari berat ikan, dapat juga direndam dalam larutan garam jenuh bersih selam
2 jam. Tiap ekor ikan dibungkus lembaran aluminium atau plastic tahan panas dan
satu persatu dimasukkan ke dalam auto clave atau press-cooker untuk dimasak
atau dikukus. Pengukusan dilakukan selama 60 menit (1 jam) dengan tekanan
sekitar 1 atm untuk ikan yang berbobot 300g/ekor atau lebih. Setelah selesai,
katup pengatur tekanan press-cooker dibuka sampai uap keluar dan tekanan normal
kembali. Pindang presto dikeluarkan dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian
ikan presto disortasi dan dikemas bersama sambal untuk dipasarkan. Cita rasa
bandeng presto dapat bervariasi dengan menambah bumbu sebelum dibungkus untuk dikukus.
Jika diinginkan rasa asin pada presto dapat direndam dalam larutan garam 3%
selama satu jam.
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Pada
pembotolan bahan pangan, suhu dan waktu sterilisasi merupakan peranan yang
sanat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jika suhu yang
digunakan rendahmaka waktu pemanasan relatif singkat.
2. Pada umumnya bakteri yang dapat
tumbuh dan bertahan pada suhu tinggi adalah bakteri dari jenis Thermofilik,
seperti bakteri Clossteridium botulinum.
Bakteri ini membentuk spora yang tidak mati dengan pemanasan, spora ini hidup
terus dan akan berkembang biak jika kaleng terbuka dan jika spora memperoleh
oksigen, itulah sebabnya ikan kaleng dapat membusuk bila kalengnya bocor.
3. Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan pangan yang
membantu mempertahankan mutu, dapat mengurangin terjadinya kerusakan, dapat
mencegah kontaminasi, memperkecil oksidasi lemak serta mencegah tumbuhnya
jamur. Selain itu, pengemasan juga berperan dalam menjaga bahan pangan tetap
bersih dan higienis (Buckle et. Al, 1985)
4. Dalam hubungannya dengan penutupan wadah
botol industri pengalengan terutama
memperhatikan tiga elemen penting, yaitu bagian finish wadah, gasket atau
lapisan yang membuat penutupan rapat, dan tutup wadah
5. Media agar
sangat cocok dan sering digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba sehingga dapat melihat kemunduran
mutu suatu bahan pangan seperti ikan botol/ikan kaleng.
6.
Penyimpanan produk pangan dengan suhu tinggi dapat menjaga ketahanan bahan
pangan, selain menjaga mutu, proses thermal juga menjaga agar bakteri dan
mikroorganisme benar-benar tidak dapat masuk kedalam kaleng tempatproduk
tersebut. Penangana dengan proses thermal memakan biaya yang tidak sedikit,
namun guna proses thermal dalam menjamin mutu bahan pangan lebih baik dari
teknologi lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, Rabiatul.2006. Pengolahan dan pengawetan Ikan. Bumi aksara,
Jakarta, 158 halaman.
Afrianto, E dan Liviawati, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Konisius, Yogyakarta,125 halaman.
Buckle KA et al. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Purnomo H dan Adiono. UI Press.
Dewita,. 2006. Buku ajar teknik Pengemasan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI. 94 Hal.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
Hadiwiyoto, S., 1993. Teknologi
pengolahan Hasil Perikanan I. Liberti. Yogyakarta.
Moeljanto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Penebar
Swadaya. Jakarta, 259
halaman.
Muryati. 1992. Teknik Pengolahan Bahan Pangan. SUPM Tegal.
Poernomo, A,. Mordinan dan Nasran, 1984. Percobaan Pendahuluan Pengalengan
bandeng. Laporan Penelitian Teknologi Hasil Perikanan No. 29. Balai Penelitian
Teknologi Perikanan, Penebar Swadaya. Jakarta,halaman 1-26
Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Kanisius .Yogyakarta.
Syarif. 1989. Teknologi Penyimpanan Pangan. Pusat antar Universitas Pangan
dan Gizi IPB. Bogor.
Winarno, F.G. 1987. Mutu, Daya Simpan, Transportasi dan Penanganan
Winarno. 2001. Kerusakan bahan pangan dan cara pencegahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pangan. ITB. Bogor.
Laporan
Praktikum Teknologi Proses
Thermal
PRODUK
SUHU TINGGI
Oleh :
ILHAM FAUZI M. SRG
0704121063
THP
LABORATORIUM
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1.
Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2.
Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
III. BAHAN DAN METODE.................................................................. 7
3.1.Waktu dan Tempat Praktikum....................................................... 7
3.2. Bahan dan alat yang digunakan.................................................... 7
3.3. Metoda Praktikum......................................................................... 7
3.4. Prosedur Kerja............................................................................... 7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAB......................................................... 9
4.1.
Hasil............................................................................................. 9
4.2.
Pembahasan ................................................................................. 10
IV. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 16
5.1.
Kesimpulan................................................................................... 16
5.2.
Saran............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi Proses Thermal dengan
judul “ Ikan Kaleng/Ikan Botol ” tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih penulis ucapan kepada dosen
pengasuh mata kuliah Teknologi Proses Thermal dan kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Dalam laporan ini masih banyak terdapat berbagai
kekurangan dan penulis masih sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan praktikum ini dimasa yang
akan datang.
0 komentar:
Posting Komentar