Photobucket

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 20 April 2012

Laporan Termal

I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Ikan adalah bahan pangan yang mudah rusak, terutama dalam keadaan segar, sehingga mutunya menjadi rendah. Kerusakan ini terjadi secara biokimiawi maupun secara mikrobiologi. Kerusakan biokimiawi disebabkan oleh adanya enzim dan reaksi-reaksi biokimiawi yang masih berlangsung pada ikan segar. Sementara itu kerusakan mikrobiologi disebabkan oleh aktivitas mikroba terutama bakteri pembusuk. Beberapa bahan pangan dianggap rusak bila telah menunjukan penyimpangan konsistensi serta tekstur dari keadaan yang normal. Bahan yang secara normal berkonsistensi kental tetapi menjadi encer maka hal itu merupakan suatu tanda kerusakan. Bila ditinjau dari penyebabnya kerusakan bahan pangan, maka kerusakan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, biologis dan kimiawi (Irianto, 2000).
Perikanan merupakan sub sektor pertanian dalam arti luas, ikan sebagai hasil perikanan merupakan salah satu faktor yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan bahan makanan. Karena itu selain mudah diperoleh dengan harga cukup murah, ikan juga mengandung zat gizi yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan. Namun, dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, akan menyebabkan kebutuhan akan protein akan semakin meningkat pula. Jadi sangatlah diperlukan teknologi yang mampu untuk meningkatkan produksi perikanan (Anonimus, 1980).
Salah cara dan upaya untuk dapat meningkatkan produksi dibidang perikanan adalah dengan cara melakukan teknologi yang tersedia untuk memperoleh keuntungan besar. Maka dari itu perikanan akan menjadi efisien        (Rahardi, Kristiawati, dan Nazaruddin, 2001).
Agar produk lebih tahan dan menarik maka dibuat kemasan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas / dibungkusnya.
Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan untuk bahan pangan, seperti jagung dengan kelobotnya, buah-buahan dengan kulitnya, buah kelapa dengan sabut dan tempurung, polong-polongan dengan kulit polong dan lain-lain. Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan.
Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan sterilisasi dalam kaleng. Ikan dimasukan dalam kaleng, kemudian disterilisasi dengan panas. Faktor-faktor utama yang menentukan daya awet ikan kalengan adalah ; sterilisasi yang mematikan seluruh bakteri dalam isian kaleng dan kaleng yang menahan pengotoran atau penyebab pembusukan dari luar (Sunarman, 2000).
Pada proses pengalengan, pemanasan ditujukan untuk membuhuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan ditujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedang sebagian mikroba yang tertinggal dan masih hidupharus dihambat pertumbuhannya dengan penyimpanan pada suhu tinggi atau dengan cara pemberian bahan pengawet (Winarno, 2001).
Ikan adalah bahan pangan yang mudah rusak, terutama dalam keadaan segar, sehingga mutu menjadi rendah. Kerusakan ini dapat terjadi secara biokimiawi dan mikrobilogi. Oleh karena itu kesempurnaan dalam penanganan (handling) ikan segar memegang peranan penting. Tujuan dari penanganan itu sendiri adalah untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu selama mungkin. Dalam penanganan ikan segar, diusahakan suhu selalu rendah mendekati 0 0 C.
Untuk memperpanjang daya simpan dan awet ikan dapat dilakukan pengawetan dengan mengggunakan suhu tinggi. Pengawetan yang dilakukan berupa pengasapan dan pindang ikan. Proses pengasapan ikan merupakan gabungan aktifitas penggaraman, penggeringan dan pengasapan. Adapun tujuan utama proses penggaraman dan penggeringan adalah membunuh bakteri dan membantu mempermudah melekatnya partikel-partikel asap waktu proses pengasapan berlangsung. Dalam proses pengasapan,unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu.
Pada pengasapan menghasilkan efek pengawetan yang berasal dari beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya senyawa-senyawa : aldehide dan asam-asam organic (asam semut dan asam cuka). Sedangkan pemindangan adalah merebus ikan dalam larutan garam yang wadahnya berbeda-beda.
Senyawa TVB pada dasarnya dapat terbentuk dari degradasi protein dan derivat-derivatnya. Juga dari senyawa N lainnya yang disebabkan untuk aktifitas bakteri. TVB terbentuk sehingga hasil pembusukkan selain disebabkan oleh aktifitas mikroba yang disebabkan oleh proses autolisis, oksidasi/kombinasi dari aktifitas mikroba, autolisis dan oksidasi. 

1.2. Tujuan dan manfaat
Adapun tujuan dari praktikum Thermal adalah untuk dapat mengetahui prisip-prinsip dari proses Thermal, dalam hal ini dapat mengetahui cara sterilisasi bahan, mengetahui penurunan mutu bahan makanan dengan suhu thermal, serta dapat pula mengetahui cara dan prosedur pembuatan ikan sardin (pembotolan ikan). Sedangkan manfaat yang dapat diambil adalah dapat menciptakan kelompok kerja yang kompak atau tim work yang baik, manfaat lainnya adalah dapat menambah ilmu tentang proses thermal lebih banyak lagi.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan kaleng merupakan salah satu produk hasil pengawetan dan pengolahan yang telah disterilisasi dan dikemas dalam kaleng. Selain kaleng, kemasan botol juga sering digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil pengawetan dan pengolahan ikan rumah tangga (Afrianto dan Liviawati, 1989).
Di antara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, Clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat menghasilkan racun botulin dan membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan selama empat menit pada suhu 120 derajat C atau 10 menit pada suhu 115 derajat C sudah cukup untuk membunuh semua strain C. botulinum (A-C). Karena sifatnya yang tahan panas, jika  proses pengalengan dilakukan secara tidak benar, bakteri tersebut dapat aktif kembali selama penyimpanan.
Sterilisasi merupakan tahapan yang penting dalam proses pengalengan. Pada tahap ini peranan medium (larutan pengisi) seperti souce tomat cukup besar. Selain sebagai pengatur proses medium juga berperan untuk menambah rasa pada produk yang dikalengkan atau dibotolkan (Poernomo, Murdina dan Nasran,1984).
Sterilisasi adalah pemusnahan mikroorganisme dengan cara pemanasan yang dilakukan pada suhu dan waktu tertentu, suhu sterilisasi yang sering dipakai adalah dengan autoclave dengan suhu 121 °C dan waktunya selama 15 menit.sasaran sterilisasi adalah bakteri yang tahan panas (bakteri termophil) terutama Closteridium botulinum, bakteri ini membentuk spora yang tidak mati dengan pemanasan, spora ini hidup terus dan akan berkembang biak jika kaleng terbuka dan jika spora memperoleh oksigen, itulah sebabnya ikan kaleng dapat membusuk bila kalengnya bocor (Muryati, 1992)
Waktu untuk memproses (sterilisasi) dihitung sejak suhu dalam retort (autoclav) mencapai suhu tinggi tertentu seperti 1210C (suhu sterilisasi). Pemprosesan ikan kaleng tidak boleh terlalu lama (over cooking) sehingga mengakibatkan pembusukan. Bila wadah terbuat dari gelas (botol jam), maka waktu pemprosesan sama atau lebih lama sebab gelas lebih lambat melewatkan panas (Moeljanto, 1992).
Terdapatnya bakteri pada bahan pangan yang telah mengalami sterilisasi kemungkinan terjadi karena sifat ketahanan panas mikroorganisme. Hal ini sesuai pada pendapat Fardiaz (1992) bahwa terdapat factor-faktor mikroorganisme maupun lingkungan yang berpengaruh terhadap ketahanan panas suatu mikroorganisme. Factor-faktor tersebut diantaranya jumlah sel mikroorganisme, umur sel, suhu pertumbuhan, air, lemak, garam, pH, nilai karbohidrat, protein yang terdapat dalam bahan pangan.
Menurut Syarif (1989), peningkatan tekanan internal dalam kaleng karena pembentukan gas dapat disebabkan oleh aktivitas jasad renik. Pembentukan gas hidrogen menimbulkan “hydrogen swell” yang disebabkan oleh : a) meningkatnya keasaman makanan, b) meningkatnya suhu penyimpanan, c) pelapisan kaleng bagian dalam tidak sempurna, d)proses echausing tidak sempurna, e)terdapat komponen terlarut dari sulfur dan fosfat.
Dalam hubungannya dengan penutupan wadah botol industri pengalengan terutama memperhatikan tiga elemen penting, yaitu bagian finish wadah, gasket atau lapisan yang membuat penutupan rapat, dan tutup wadah yang dapat berupa jenis fres on dengan tidak memiliki kunci dan cara penutupan ditekandan lug tife dengan 4-6 kunci dan memiliki ruang hampa udara. Tutup yang paling umum digunakan adalah screw cap. Tutup ini terbuat dari kaleng yang dilapisi oleh pulpboard dan dilapisi oleh kertas berlapis tipis yang dibuat dari plastik tertentu, tergantung fari jenis bahan pangan yang dikalengkan (Dewita, 2006).
Suparmi (1991), menjelaskan pada pengalengan makanan sering dikenal dengan istilah sterilisasi komersial (comersial sterilization), yaitu sterilisasi yang biasa digunakan untuk membinasakan semua mikroba penyebab penyakit (pathogenic), pembentuk toxin dan mikroba pembusuk.
Menurut Murniati dan Sunarman (2000), proses industri pengalengan ikan meliputi beberapa tahap yaitu, persiapan bahan mentah (precooking), pengisian (filling), penghampaan (exhausting), sterilisasi, pendinginan, dan pelabelan.
Tahap-tahap pengalengan pada umumnya dilakukan menurut Maamoen (1986), antara lain : 1) perlakuan terhadap bahan mentah, 2) pengisian ikan ke dalam kaleng, 3)exhausting yaitu vakum (mengosongkan untuk memindahkan udara dari kaleng), 4) prnutupan dan penyegelan kaleng, 5) pemanasan juga disebut retoring, 6) pendinginan dan pencucian kaleng yang diproses, 7) pemberian etiket.
Pada pembotolan bahan pangan, suhu dan waktu sterilisasi merupakan peranan yang sanat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jika suhu yang digunakan rendahmaka waktu pemanasan relatif singkat. Sterilisasi merupakan tahap yang pentig dalam proses pembotolan. Pada tahap ini peranan medium (larutan pengisi) seperti sauce tomatcukup besar. Selain sebagai penghantar panas, medium juga berperan untuk menambah rasa pada produk yang dibotolkan (Poernomo, Murdinan dan Nasran, 1984). Buckle et al., (1987) menyatakan bahwa makanan yang bersifat asam dapat digunakan pengemas dari botol (gelas), hal ini disebabkan produk yang bersifat asam hanya membutuhkan perlakuan panas yang ringan.
Kecepatan pembusukan sangat ditentukan oleh suhu dan kontaminan lingkungan. Pada suhu lingkungan yang tropis proses pembusukan berjalan dengan cepat jika tidak segera dilakukan usaha pengawetan dan pengolahan (Putro, 1977).
            Winarno (1980), sifat inert (tidak bereaksi) dan tahan panas dari gelas biasanya digunakan untuk wadah dari makanan yang mengandung kadar asam tinggi, seperti sari buah jeruk, tomat, dan sebagainya. Makanan tersebut mamiliki pH yang rendah untuk itu tidak memerlukan panas yang tinggi karena adanya asam yang bersifat pengawet.
Pada pengasapan yang berperan adalah asapa kayu. Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.

Prinsip dari TVB adalah menguapkan senyawa volatile basa yang terdapat pada ekstrak daging ikan pada suhu 35 C selama 2 jam atau pada suhu kamar selama semalam. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam boraks dan kemudian dititrasi dengan larutan N/70 HCl (Yunizal,1891).

 METODA PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Thermal mengenai Produk dengan penanganan suhu tinggi ini dilaksanakan pada setiap hari Rabu dan Sabtu pada pukul 08.00 Wib. Adapun tempat pelaksanaannya adalah di laboratorium Mikrobiologi Pangan FAPERIKA UNRI.

3.2. Bahan dan alat
  3.2.1. Membandingkan produk-produk yang berbeda pabrik terhadap makanan kaleng.
·         Bahan : Sardines saus tomat, Susu kotak Frisian Flag’’ Coll Berry”
·         Alat     : Pembuka kaleng, gergaji kaleng, kertas lakmus, beker gelas, saringan, timbangan.
   3.2.2.  Pembotolan Ikan
·         Bahan  : Ikan tongkol 1 kg, tomat, bawang putih, garam, gula
·         Alat     : Botol,  autoclave,  kertas label, blender, kukusan, saringan, pisau, wajan
   3.2.3. Uji Organoleptik dan Kimia (TVB)  ikan asap dan pindang
·         Bahan     : Ikan asap dan pindang, TCA 7%, vaselin, kalium carbonat (K2CO3), asam boraks (H3BO3), HCL n/70 =0,01428 n, plastik putih.
Alat        : Cawan Conway, Pipet tetes, Blender, Incubator, Kertas saring,   Buret, Pipet mikro, Droper dan Timbangan

 3.3. Metoda Praktikum
Metoda praktikum yang digunakan adalah metoda percobaan secara langsung yang dilakukan di laboratorium secara kelompok.
3.4. Prosedur Kerja
  3.4.1. Membandingkan produk-produk yang berbeda pabrik terhadap makanan kaleng.
Prosedur yang digunakan adalah :
  • Setiap produk (ikan kaleng dan susu kotak Frisian flag”cool berry”) diperiksa keadaan luar dan dalam
  •  Keadaan fisik
  • Untuk ikan kaleng penutup kaleng digergaji untuk melihat lipatan
  • Perkaratan yang terjadi
  • Keadaan bibir kaleng
  • Berat bahan padat dalam kaleng
  • Berat bahan cair
  •  pH produk
  •  Enamel

  3.4.2. Pembotolan Ikan
Prosedur pembuatan pembotolan ikan :
  •  Ikan segar dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir.
  •   Selanjutnya ikan dipotong pada bagian kepala dan ekornya lalu dicuci kembali.
  • Ikan tersebut dimasukan kedalam dandang untuk dikukus
  • Botol yang akan digunakan dicuci bersih
  • Kemudian Masukan ikan yang telah dikukus dan masukan saus tersebut kedalam botol yang berisi ikan dimana isi saus dalam botol tidak memenuhi seluruh permukaan botol, yaitu 2/3 dari permukaan botol. Tutup botol, tetapi tidak rapat.
  • Disterilisasikan kedalam autoclave pada suhu 121 °C selama 1 jam. Tutup botol tidak boleh ditutup rapat.
  • Dinginkan. Sarden/ikan botol diamati selama 3 (tiga) hari.
   3.4.3. Uji Organoleptik dan Kimia (TVB)  ikan asap dan pindang
Prosedur kerja uji Organoleptik :
  • Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.
  •  Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.
  • Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan
  • Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
Prosedur kerja untuk Indikator TVB sebagai berikut :
  • Sampel ditimbang sebanyak 5 gr masukkan kedalam lumping, kemudian tambahkan 15 ml TCA 7 % digerus sambil dilarutkan.
  • Disaring dengan kertas saring.
  • Hasil saringan sampel yaitu filtratnya (cairan) diambil sebanyak 1 ml (20 tetes) dengan pipet tetes dimasukkan kedalam outner chamber cawan Qanway.
  • Sebelum pengerjaan sampel, dimasukkan 1 ml H3BO3 (asam boraks) kedalam inner chamber cawan petri.
  • Dimasukkan 1 ml K2CO3 jenuh (Kalium carbonat) kedalam outner cawan Qanway.
  • Digoyangkan cawan Qanway lalu di inkubasi dalam incubator suhu 37­ C selama 2 jam.
  • Hasil inkubasi dititrasi dengan HCL N/70 sampai warna menjadi merah (pink).
  • Lakukan perhitungan yaitu kadar TVB-N.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
  4.1.1  Membandingkan produk-produk yang berbeda pabrik terhadap makanan kaleng.
Hasil yang didapat pada pengamatan kondisi internal dan eksternal kemasan kaleng pada produk Ikan Sarden dan produk Minuman adalah :
Tabel 1. Kondsi Internal dan Eksternal Kemasan Kaleng
No

Yang Diamati
Jenis Produk
Ikan Sarden Kaleng
Minuman (UHT)
A









B



















C
Nama Produk

Jenis Produk
Buatan

Ciri – ciri Produk




Keadaan Eksternal
Sambungan luar bibir
Cover (lipatan cover)

Bibir cover

Tulisan pada label




Apakah cover ,kertas atau kaleng dicetak


Tgl kadaluarsa
Keadaan Internal
Volume isi
Berat padat ikan
Berat saus
pH saus tomat
Rasa saus tomat
Rupa saus tomat

Bau saus tomat
Tekstur
Keadaan sambung

Apa ada berkarat
Sardines Saus tomat

Makanan
PT. Blambangan Raya, Banyuwangi - Indonesia
Warna saus tomatnya merah dan sausnya kental, warna kemasan berwarna merah, ada tulisan tetapi hurufnya tidak timbul.


Timbul, tidak bergerigi

Menyatu dengan lipatan kaleng dan hanya satu lipatan
Masih baik dan menyatu dengan cover
Nama produk, komposisi, kode produk, informasi nilai gizi, Dep. Kes. RI. MD. No. 517113028057, Berat bersih,
Dicetak dengan huruf, tetapi cetakannya tidak timbul pada kemasan kaleng, sehingga hurufnya  bisa pudar.
22 Januari 2011

167,60 gr
31,29 gr
55,77 gr
5,5
Asam – manis
Kental, saus berwarna merah
Bau tomat
Lembut
Masih baik, menyambung kuat dan tidak korosif
Tidak berkarat
Susu Frisian Flag “Coll Berry:
Minuman
PT. Frisian Flag Indonesia

Warna airnya merah, rasa manis seperti strawberrry, kental, ada tulisan tetapi hurufnya tidak timbul.



Menyatu dengan lipatan

Masih baik dan menyatu dengan cover
Masih baik

Nama produk, berat bersih (netto), komposisi, maklumat pemakanan, kode produk dan kandunagn gizi
Dicetak dengan huruf, tetapi cetakannya tidak timbul pada kemasan, sehingga  hurufnya bisa pudar.
Oktober 2010

115 ml
    -
    -
    -
    -
    -
    -
    -
    -
Sambungannya kuat dan kondisinya baik
Tidak berkarat

  4.1.2 Pembotolan Ikan (Ikan Botol)
            Hasil yang didapat dari pembuatan ikan botal dan pengamatan yang dilakukan terhadap ikan botol selama 07 hari serta uji organoleptiknya adalah :
Tabel  2. Perubahan Ikan Botol selama Penyimpanan
No
Kriteria
Penyimpanan 3 hari
Penyimpanan 7 hari
1
Visual





Kenampakan




Keadaan Kemasan

Warna



Bau


Rasa
  • Saus

  • Ikan
Kondisi ikan botol sama dengan kondisi ikan kaleng dan tidak terjadi perubahan apa –apa dalam waktu penyimpanan 3 hari. Kondisi botol tidak terjadi perubahan
Kenampakan botol biasa saja dan tidak terjadi perubahan apa – apa. Warna saus juga tidak berubah.

Keadaan kemasan baik, dan tidak terjadi perubahan apa – apa.
Warna ikan botol tidak terjadi perubahan. Warna saus berwarna merah.

Terasa bau saus tomat dan bau spesifik ikan


Rasa saus terasa asam manis

Rasa ikan sudah bercampur dengan saus. Tapi rasa spesifik dari ikan masih terasa dengan jelas.
Kondisi ikan botol telah memperlihatkan perubahan dibandingkan 3 hari. Kondisi botol tidak terjadi perubahan.

Kenampakan botol biasa saja dan tidak terjadi perubahan apa – apa. Warna saus juga tidak berubah.
Keadaan kemasan baik, dan tidak terjadi perubahan apa – apa.
Warna saus sudah mulai agak merah kecoklatan karena bercampur dengan saus .
Terasa bau saus tomat dan bau spesifik ikan. Tetapi mulai terasa bau yang kurang sedap.
Rasa saus terasa asam manis
Rasa ikan sudah bercampur dengan saus. Tapi rasa spesifik dari ikan masih terasa dengan jelas.
           
Tabel 3. Uji Organoleptik (Uji Kesukaan)
Kriteria
Nilai
Hari
0
3
7
10
A. Rupa
  - Sangat suka
  - Suka    
  - Netral
  - Kurang Suka                                            
  - Tidak Suka             

9
7
5
3
1
9
7
3
-
B. Tekstur
  - Sangat suka             
  - Suka
  - Netral                      
  - Kurang Suka           
  - Tidak Suka             


9
7
5
3
1
9
7
5
-
C. Bau
  - Sangat suka             
  - Suka                        
  - Netral                      
  - Kurang Suka                                                  
  - Tidak Suka             

9
7
5
3
1
9
7
3
-
D. Rasa
  - Sangat suka           
  - Suka                        
  - Netral                      
  - Kurang Suka                                            
  - Tidak Suka

9
7
5
3
1
7
3
1
-

4.1.3. Uji Organoleptik dan Kimia (TVB)  ikan asap dan pindang
   Uji Organoleptik :

A.    RUPA
Amat sangat suka
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Amat sangat tidak suka
Nilai
Ikan Asap
Ikan Pindang
9
8
7
6
5
4
3
2
1
6
4
B.     RASA
Amat suka
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Amat tidak suka
9
8
7
6
5
4
3
2
1
6
3
C.    BAU
Amat sangat suka
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Amat sangat tidak suka
9
8
7
6
5
4
3
2
1
7
3
D.    TEKSTUR
Amat sangat suka
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Amat sangat tidak suka
9
8
7
6
5
4
3
2
1
6
4

Uji Kimia (TVB)
Hasilnya adalah :
X = 4,0
Y = 3,9
Kadar TVB-N = (X - Y) x
                        = ( 4,0 - 3,9) x  gram
                        =  gram
                        = 0,8 gram

4.2. Pembahasan
  4.2.1. Membandingkan produk-produk yang berbeda pabrik terhadap makanan kaleng.
Susu merupakan sumber gizi terbaik bagi mamalia yang baru dilahirkan. Susu disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena kandungan zat gizinya yang lengkap. Selain air, susu mengandung  protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim, gas serta vitamin A, C dan D dalam jumlah memadai. Manfaat susu merupakan hasil dari interaksi molekul-molukel yang terkandung di dalamnya.
Susu segar merupakan cairan yang berasal dari kambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun (SNI013141-1998). Dalam prakteknya sangat kecil peluang kita untuk mengonsumsi susu segar definisi SNI tersebut di atas. Umumnya susu yang dikonsumsi masyarakat adalah susu olahan baik dalam bentuk cair (susu pasteurisasi, susu UHT ) maupun susu bubuk. Susu pasteurisasi merupakan susu yang diberi perlakuan panas sekitar 63-72 derjat Celcius selama 15 detik yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen. Susu pasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah (5-6derjat Celcius) dan memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari.
Susu bubuk berasal susu segar baik dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan. Umumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller drayer. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah 2 tahun dengan penanganan yang baik dan benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk berlemak (full cream milk prowder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder) dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk prowder) (SNI01-2970-1999) .
Susu UHT (ultra high temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-145 derjat Celcius) selama 2-5 detik (Amanatidis, 2002). Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk
mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya. Susu cair segar UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untukmembunuh seluruh mikroba, sehingga memiliki mutu yang sangat baik.
Secara kesuluruhan faktor utama penentu mutu susu UHT adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasannya. Bahan baku susu UHT cair segar adalah susu segar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam
komposisi gizi. Hal ini didukung oleh perlakuan pra panen hingga pasca
panen yang terintegrasi. Pakan sapi harus diatur agar bermutu baik dan
mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas dari antibiotika dan
bahan-bahan toksis lainnya. Dengan demikian, sapi perah akan
menghasilkan susu dengan komposisi gizi yang baik. Mutu susu segar juga
harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasuk di dalamnya
adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengan sanitasi
alat pemerah dan sanitasi pekerja. Susu segar yang baru diperah harus
diberi perlakuan dingin termasuk transportasi susu menuju pabrik.
Susu UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis berteknologi canggih, Kemasan multilapis ini kedap udara
sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri
perusak minuman, maka susu UHT pun tetap segar dan aman untuk
dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya
sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya dengan
terlindungnya dari sinar ultra violet maka kesegaran susu UHT pun akan
tetap terjaga. Setiap kemasan aseptik multilapis susu UHT disterilisasi
satu per satu secara otomatis sebelum diisi dengan susu. Proses tersebut
secara otomatis dilakukan hampir tanpa adanya campur tangan manusia
sehingga menjamin produk yang sangat higienis dan memenuhi standar
kesehatan internasional. Dengan demikian teknologi UHT dan kemasan aseptic multilapis menjamin susu UHT bebas bakteri dan tahan lama tidak membutuhkan bahan pengawet dan tak perlu disimpan di lemari pendingin hingga 10 bulan.
Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah simpannya yang sangat panjang pada suhu kamar yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. Jangka waktu ini lebih lama dari umur simpan produk susu cair lainnya seperti susu pasteurisasi. Selain itu susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena bebas dari
seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit dan pembusuk) serta spora
sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir
tidak ada. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah. Proses pengolahan susu cair dengan teknik sterilisasi atau pengolahan menjadi susu bubuk sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan mutugizinya terutama vitamin dan protein. Pengolahan susu cair segar menjadi susu UHT sangat sedikit pengaruhnya terhadap kerusakan protein.
Kerusakan protein pada pengolahan susu dapat berupa terbentuknya pigmen coklat akibat proses pemanasan dalam waktu yang cukup lama, seperti pada susu bubuk. Hal ini yang akhirnya dapat merusak protein yaitu
menyebabkan menurunnya daya cerna protein.  Reaksi pencoklatan (Mallard) dan rasemisasi asam amino telah berdampak kepada menurunnya ketersedian lisin pada produk-produk olahan susu. Penurunan ketersediaan lisin pada susu UHT relatif kecil yaitu hanya mencapai 0-2 persen.

  4.2.2. Pengalengan / Pembotolan Ikan
            Dari hasil pembuatan ikan botol/ikan kaleng ini yang telah dilakukan sterilisasi pada suhu 1210C dengan menggunakan autoclave sesuai dengan prosedurnya setelah terbentuk maka dilakukan tahap penyimpanan dengan jangka waktu satu minggu dimana nilai oranoleptiknya masih bagus tapi memiliki sedikit perubahan dari hari pertama kehari-hari berikutnya.
Dalam menentukan kemunduran mutu dari bahan pangan olahan seperti ikan botol/kaleng selalu dilakukan uji organoleptik yaitu penilaian dengan indrawi. Pengujian ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberi hasil yang teliti, dengan indrawi dapat melebihi ketelitian alat yang paling sensitive.
Umur simpan makanan kaleng  sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat penyimpanan.
Ikan botol adalah daging yang dikukus menggunakan uap air 1000 C yang sebelumnya telah disiangi. Sehingga tinggal bagian badan dengan menambahkan medium seperti saus tomat, gula, garam dan bumbu lainnya. Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan pangan yang membantu mempertahankan mutu, dapat mengurangin terjadinya kerusakan, dapat mencegah kontaminasi, memperkecil oksidasi lemak serta mencegah tumbuhnya jamur. Selain itu, pengemasan juga berperan dalam menjaga bahan pangan tetap bersih dan higienis (Buckle et. Al, 1985)
Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah: 
1.      Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
2.      Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan.
3.      Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
4.      Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap cahaya. 
Jika proses pengolahan dan penyimpanan dilakukan dengan baik, makanan dalam kaleng umumnya awet sampai jangka waktu dua tahun. Beberapa hal yang menyebabkan awetnya ikan dalam kaleng adalah:
1.       ikan yang digunakan telah melewati tahap seleksi, sehingga mutu dan kesegarannya dijamin masih baik.
2.       Ikan tersebut telah melalui proses penyiangan, sehingga terhindar dari sumber mikroba kontaminan, yaitu yang terdapat pada isi perut dan insang.
3.       Pemanasan telah cukup untuk membunuh mikroba pembusuk dan penyebab penyakit.
4.       Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu mempunyai kisaran pH 5,6 - 6,5. Adanya medium pengalengan dapat meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH), sehingga produk dalam kaleng menjadi awet. Pada tingkat keasaman yang tinggi (di bawab pH 4,6), Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh.
5.       Penutupan kaleng dilakukan secara rapat hermetis, yaitu rapat sempurna sehingga tidak dapat dilalui oleh gas, mikroba, udara, uap air, dan kontaminan lainnya. Dengan demikian, produk dalam kaleng menjadi lebih awet.
   4.2.3. Uji Organoleptik dan Kimia (TVB)  ikan asap dan pindang

Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk. Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilain indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati,dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut.
Cita rasa suatu makanan terdiri atas tiga komponen yaitu: bau, rasa dan ransangan mulut, yang dapat diamati oleh indra pembau adalah: zat berbau berbentuk uap sedikitlarut dalam air, sedikit larut dalam lemak dan molekul - molekul bau harus sempat menyentuh silia sel olfaktori dan diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung syaraf olfkatori. Sedangkan yang mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
Untuk mengetahui jumlah bakteri pada ikan segar maupun ikan olahan kita harus mengujinya dengan menggunakan indikator TVB, TMA, dan TPC sehingga kita mengetahui jumlah bakteri yang terdapat pada ikan dan produk olahan tersebut. Apakah produk masih layak dikonsumsi atau tidak. Dan juga pada pengukuran pH. Apabila pH produk tersebut sudah bersifat basa, maka akan mulai terjadi pembusukan.
Prinsip dari TVB adalah menguapkan senyawa volatile basa yang terdapat pada ekstrak daging ikan pada suhu 35 C selama 2 jam atau pada suhu kamar selama semalam. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam boraks dan kemudian dititrasi dengan larutan N/70 HCl (Yunizal,1891).
     Senyawa TVB pada dasarnya dapat terbentuk dari degradasi protein dan derivat-derivatnya. Juga dari senyawa N lainnya yang disebabkan untuk aktifitas bakteri. TVB terbentuk sehingga hasil pembusukkan selain disebabkan oleh aktifitas mikroba yang disebabkan oleh proses autolisis, oksidasi/kombinasi dari aktifitas mikroba, autolisis dan oksidasi. 
            Ilyas (1983), Kandungan TMA, TVB dari ikan laut lebih banyak dari ikan air tawar, sehingga memungkunkan ikan laut tersebut akan cepat mengalami kemunduran mutu. Connel (1975) menyatakan bahwa untuk menentukan tingkat kemunduran ikan batas penolakan mutu ikan untuk kandungan TVB adalah 35 sampai 40 mg per 100 g daging.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi. Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan. Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi, maka beratnya kan manjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi ikan-ikan didalamnya.Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi.Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan asap.Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam,sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.
A.    PENGASAPAN
Pada pengasapan yang berperan adalah asapa kayu. Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
1.      Komposisi ikan patin segar
Siregar (1995), menyatakan bahwa komposisi kimia yang terkandung dalam ikan patin segar yaitu : 75-85% air, 14-16% protein, 6-13% lemak. Dan kandungan lemaknya dilaporkan semakin tinggi dengan semakin besarnya ukuran ikan.
2.       Jenis Pengasapan
            Ada dua jenis pengasapan yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin, semuanya tergantung jumlah panas yang digunakan Selain itu, berkembang pula cara pengasapan yang tergolong baru berupa pengasapan elektrik dan pengasapan liquid yang dikenal dengan pengaspan cair.
  2.1. Pengasapan Dingin
            Pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 330C (sekitar 15-330C). Waktu pengasapan dapat mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein di dalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya, ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah menjadi produk siap santap.
  2.2. Pengasapan Panas
            Pengasapan panas dengan menggunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 80-900C. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap. Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan asap. Jika suhu yang digunakan 30-500C maka disebut pengasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhunya 50-900C, maka disebut pengasapan panas pada suhu tinggi.
  2.3. Pengasapan Elektrik
            Ikan asap dengan asap dari pembakaran gergaji (serbuk gergaji) yang dilewatkan medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun mengalami tahap pengeringan untuk mempersiapkan permukaan iakn menerima partikel asap, lalu tahap pengasapan, dan tahap pematangan. Pada ruang pengasap dipasang kayu melintang di bagian atas dan dililiti kabel listrik. Ikan digantung dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut.
  2.4. Pengasapan Cair
            Asap liquid pada dasarnya  merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. Pada destilasi kering tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam dapur secukupnya, kemudian ikan direndam dala larutan asap tersebut selama beberapa jam.


3.      Jenis Bahan Baku
3.1. Ikan
Ikan yang akan diolah harus dalam keadaan segar dan tidak mengalami cacat fisik. Berbagai jenis ikan diolah menjadi produk asap misalnya tongkol, patin, cucut, tenggiri, belanak, bandeng, cumi-cumi, dll.
3.2.   Bahan Bakar / Kayu
Untuk menghasilkan ikan asap yang bermutu tinggi sebaiknya digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan unsure phenol dan asam organik tinggi, karena kedua unsur lebih banyak melekat pada tubuh ikan dan dapat menghasilkan rasa, aroma maupun warna daging ikan asap yang khas. Sebaiknya digunakan jenis kayu yang keras atau tempurung kelapa sebagai bahan bakar.
B.     PEMINDANGAN
Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah itu digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai sebagai kemasan selama transportasi dan pemasaran.
Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mamatikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan pathogen. Selain itu, pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak. Ikan pindang pun menjadi lezat dan lebih awet ketimbang masih segar.
Ikan pindang yang baik dapat dinilai dari mutu dan daya awetnya. Semakin tinggi mutu dan daya awet ikan pindang, maka akan semakin tinggi pula harga jualnya. Mendapatkan ikan pindang yang bermutu baik dengan daya awet yang tinggi tidak terlepas dari sanitasi dan higienitas yang baik selama melakukan pengolahan.
Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Minimal empat parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu rupa dan warna, bau, rasa, dan tekstur. Adanya jamur dan lender juga diamati. Untuk mendapatkan mutu pindang yang tinggi, diperlukan cara pengolahan yang baik dan benar, diikuti pengawasan mutu yang ketat, serta nilai higienis yang terpelihara.
1.      Komposisi Ikan Kembung Segar
Anonimous (2004), menyatakan bahwa komposisi kimia yang terkandung dalam ikan kembung yaitu, protein 22%, lemak 1,0% dan karbohidrat 0%.
2.      Jenis Perebusan
Pemindangan dapat dikelompokkan berdasarkan proses, wadah yang digunakan, jenis ikan, perlakuan atau bumbu yang ditambahkan, dan daerah asal.
2.1.    Pindang Cue
Pindang cue adalah pindang pindang yang perebusannya di dalam air garam. Pembuatan pindang cue lebih sederhana dibanding cara pembuatan pindang pada umumnya. Rasanya pun lebih lezat dibanding pindang biasa. Kebanyakan ikan- ikan yang diolah menjadi pindang cue adalah ikan-ikan ukuran kecil seperti ikan selar, ikan laying, ikan bandeng kecil, tongkol kecil dan lain-lain. Cara pengolahannya yaitu, Ikan-ikan yang hendak diolah menjadi pindang cue harus dipilih yang masih bagus, kondisi baik, segar, dan tidak ada bagian tubuh yang terluka karena satu dan lain. Selanjutnya ikan tidak perlu disiangi, tetapi cukup dicuci sampai benar-benar bersih. Setelah bersih, kemudian ditata dalam besek. Setiap besek dapat berisi satu atau dua lapis ikan. Pengaturan ikan dalam besek harus ditaburu garam secukupnya (sebaiknya menggunakan garam halus). Sementara itu disiapkan larutan garam 25%, yang dapat dibuat dengan mencampur satu bagian garam dengan empat bagian air, lalu diaduk sampai merata. Larutan garam ditempatkan dalam sebuah kuali besar atau bisa juga menggunakan sebuah drum kecil, kemudian dimasak sampai larutan itu mendidih. Apabila larutan garam telah mendidih, besek besek yang berisi ikan dicelupkan kedalamnya selama 15-30 menit. Sesudah itu diangkat dan ditiriskan, lalu disiram dengan air garam panas. Ikan-ikan telah menjadi pindang cue dan dibiarkan tetap dalam besek dan letakkan ditemput teduh agar dingin. Selanjutnya ditumpuk dan diikat. Pindang cue siap untuk dipasarkan.
2.2.    Pindang Kendil
Pindang kendil adalah pindang pindang garam yang dibuat dengan menggunakan wadah kendil. Ikan-iakn yang hendak diolah menjadi pindang kendil umumnya tidak perlu disiangi, tatapi cukup dicuci hingga bersih. Yang nantinya ikan-ikan tersebut akan disusun diatas kendil.
3.3. Pindang Besek
Pindang besek adalah pindang cue dengan wadah besek.
3.4. Pindang Gaya baru
            Pindang gaya baru adalah Perpaduan antara beberapa perebusan.
3.5. Pindang Presto
            Pindang presto adalah pemindangan dengan tekana tinggi, pindang duri lunak. Proses pembuatannya menggunakan pemanasan dalam suasana bergaram. Untuk presto sebaiknya dipilih ikan yang berukuran cukup besar. Cara pengolahannya yaitu, mula-mula ikan dibersihkan, disortasi, disiangi, dicuci, lalu direndam larutan garam 3% selama 15-20 menit untuk menghilangkan sisa darah, kotoran dan lender. Setelah bersih, ikan ditaburi garam halus sebanyak 2% dari berat ikan, dapat juga direndam dalam larutan garam jenuh bersih selam 2 jam. Tiap ekor ikan dibungkus lembaran aluminium atau plastic tahan panas dan satu persatu dimasukkan ke dalam auto clave atau press-cooker untuk dimasak atau dikukus. Pengukusan dilakukan selama 60 menit (1 jam) dengan tekanan sekitar 1 atm untuk ikan yang berbobot 300g/ekor atau lebih. Setelah selesai, katup pengatur tekanan press-cooker dibuka sampai uap keluar dan tekanan normal kembali. Pindang presto dikeluarkan dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian ikan presto disortasi dan dikemas bersama sambal untuk dipasarkan. Cita rasa bandeng presto dapat bervariasi dengan menambah bumbu sebelum dibungkus untuk dikukus. Jika diinginkan rasa asin pada presto dapat direndam dalam larutan garam 3% selama satu jam.

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
1.   Pada pembotolan bahan pangan, suhu dan waktu sterilisasi merupakan peranan yang sanat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jika suhu yang digunakan rendahmaka waktu pemanasan relatif singkat.
2.  Pada umumnya bakteri yang dapat tumbuh dan bertahan pada suhu tinggi adalah bakteri dari jenis Thermofilik, seperti bakteri Clossteridium botulinum. Bakteri ini membentuk spora yang tidak mati dengan pemanasan, spora ini hidup terus dan akan berkembang biak jika kaleng terbuka dan jika spora memperoleh oksigen, itulah sebabnya ikan kaleng dapat membusuk bila kalengnya bocor.
3Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan pangan yang membantu mempertahankan mutu, dapat mengurangin terjadinya kerusakan, dapat mencegah kontaminasi, memperkecil oksidasi lemak serta mencegah tumbuhnya jamur. Selain itu, pengemasan juga berperan dalam menjaga bahan pangan tetap bersih dan higienis (Buckle et. Al, 1985)
4.   Dalam hubungannya dengan penutupan wadah botol industri pengalengan   terutama memperhatikan tiga elemen penting, yaitu bagian finish wadah, gasket atau lapisan yang membuat penutupan rapat, dan tutup wadah
5.  Media agar  sangat cocok dan sering digunakan sebagai media pertumbuhan    mikroba sehingga dapat melihat kemunduran mutu suatu bahan pangan seperti ikan botol/ikan kaleng.
6.  Penyimpanan produk pangan dengan suhu tinggi dapat menjaga ketahanan bahan pangan, selain menjaga mutu, proses thermal juga menjaga agar bakteri dan mikroorganisme benar-benar tidak dapat masuk kedalam kaleng tempatproduk tersebut. Penangana dengan proses thermal memakan biaya yang tidak sedikit, namun guna proses thermal dalam menjamin mutu bahan pangan lebih baik dari teknologi lain.


DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, Rabiatul.2006. Pengolahan dan pengawetan Ikan. Bumi aksara, Jakarta, 158 halaman.
Afrianto, E dan Liviawati, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Konisius, Yogyakarta,125 halaman.
Buckle KA et al. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Purnomo H dan Adiono. UI Press.
Dewita,. 2006. Buku ajar teknik Pengemasan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI. 94 Hal.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
Hadiwiyoto, S., 1993. Teknologi pengolahan Hasil Perikanan I. Liberti. Yogyakarta.
Moeljanto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Penebar Swadaya. Jakarta, 259 halaman.
Muryati. 1992. Teknik Pengolahan Bahan Pangan. SUPM Tegal.
Poernomo, A,. Mordinan dan Nasran, 1984. Percobaan Pendahuluan Pengalengan bandeng. Laporan Penelitian Teknologi Hasil Perikanan No. 29. Balai Penelitian Teknologi Perikanan, Penebar Swadaya. Jakarta,halaman 1-26
Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Kanisius .Yogyakarta.
Syarif. 1989. Teknologi Penyimpanan Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Winarno, F.G. 1987. Mutu, Daya Simpan, Transportasi dan Penanganan

Winarno. 2001. Kerusakan bahan pangan dan cara pencegahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. ITB. Bogor.

Laporan Praktikum Teknologi Proses Thermal



PRODUK SUHU TINGGI

Oleh :
ILHAM FAUZI M. SRG
0704121063
THP





LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010



DAFTAR ISI
        Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................             i
DAFTAR ISI..............................................................................................            ii
I.      PENDAHULUAN..............................................................................            1
1.1. Latar Belakang..............................................................................            1
1.2. Tujuan dan Manfaat .....................................................................            2

II.    TINJAUAN PUSTAKA....................................................................            3

III.   BAHAN DAN METODE..................................................................            7
        3.1.Waktu dan Tempat Praktikum.......................................................            7
        3.2. Bahan dan alat yang digunakan....................................................            7
        3.3. Metoda Praktikum.........................................................................            7
        3.4. Prosedur Kerja...............................................................................            7

IV.   HASIL DAN PEMBAHASAB.........................................................            9
4.1. Hasil.............................................................................................            9
4.2. Pembahasan .................................................................................          10
IV.   KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................          16
5.1. Kesimpulan...................................................................................          16
5.2. Saran.............................................................................................          17

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi Proses Thermal dengan judul “ Ikan Kaleng/Ikan Botol ” tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih penulis ucapan kepada dosen pengasuh mata kuliah Teknologi Proses Thermal dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Dalam laporan ini masih banyak terdapat berbagai kekurangan dan penulis masih sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan praktikum ini dimasa yang akan datang.