Orang-orang bijak pernah berpesan "Ma halaka
‘amru-un arafa Qadra nafsihi" (Tak akan celaka orang yang kenal harkat
dirinya). Telah banyak orang binasa karena terlalu tinggi memasang harga diatas
realita dirinya. Banyak yang lenyap dari peredaran karena terlalu murah
menghargai dirinya – dengan waham ‘tawadhu’ atau perasaan tidak mampu dan tidak
punya apa-apa. Selebihnya adalah jenis orang yang berjalan dalam tidur atau
tidur sambil berjalan. Tepatnya pengigau berat. Ia tak pernah bisa menyadari
dimana posisinya, apa yang terjadi di sekitarnya dan apa bahaya yang mengancam
ummatnya.
Dalam kaitan sistem, baik ormas, partai atau
pemerintahan kerap terjebak dalam wa-ham-waham kekuasaan ; berbahasa dan
bertindak dengan pendekatan kekuasaan. Mereka yang ‘berkuasa’ merasa percaya
diri, hanya karena secara de jure punya otoritas atas wilayah territorial,
wilayah problematika dan wilayah sumber daya manusia. Bahwa wilayah ruhaniyah
dan wilayah fikriyah tak dapat ditundukkan begitu saja oleh senjata, uang dan
kedudukan, kerap luput dari renungan. Entah karena inikah ketika ALLAH
mengaitkan keselamatan dunia dengan keberadaan Ulu Baqiyah (orang-orang yang
potensial dipertahankan keberadaannya) dan mengemban misi ‘mencegah kerusakan di
muka bumi’, justeru pada saat yang sama mereka yang (berbakat) zalim terus saja
mengikuti kecenderungan hedonik mereka dan karenanya mereka menjadi durhaka
(Qs. 10;116).
Ghurur Hal terberat yang kau hadapi bukan
keraguan, kebencian dan permusuhan orang yang tak mengenalmu. Sekeras apapun
hati mereka, kekuatan Hidayah dapat menundukkan mereka kepada kebenaran
da’wahmu, dengan idzin-Nya. Bila itu pun tidak, engkau tak akan dipersalahkan,
karena tataranmu dakwah dan tataran-Nya hidayah. Cobaan berat, justru pada
percaya diri yang tidak proporsional. Engkau nikmati benar sanjungan orang
terhadap dirimu atau jamaahmu, padahal engkau sendiri jauh dari kepatutan itu.
Malang nasibmu wahai orang yang percaya kepada kejahilan orang yang
menyanjungmu, sedangkan engkau sangat terang melihat kekurangan dirimu.
Mentalitas Qarun tersimpul dalam satu kalimat "Hadza Li" (Semua ini
karyaku, karena aku, milikku).
Ketika arogansi mendominasi hubungan ‘yang adi
daya’ dengan ‘yang tak berdaya’, maka yang pertama harus membayar ongkos yang
sangat mahal ; dari antipati sampai kutukan mereka yang tak berdaya. Berat
menyadarkan orang yang otaknya berjelaga, egois dan hanya melihat apa yang
mereka anggap hak, tanpa kesadaran seimbang akan kewajiban. Kepada mereka Imam
Syafii menegaskan :
Bila engkau mendekatiku, mendekat pula cintaku
Jika engkau menjauh, aku kan lebih jauh darimu Dalam hidup masing-masing kita
Tak bergantung dengan saudara Dan kita lebih tidak bergantung lagi bila tamat
usia
Orang yang mentah fikiran selalu mengandalkan
sanjungan kosong, tak berbasis pada prestasi, atau mungkin mereka berprestasi,
namun menganggap itu sebagai hal besar yang memungkinkan mereka memonopoli
kebajikan. "Mereka membangkit-bangkit keislaman mereka (sebagai jasa)
kepadamu. Katakan : ‘Janganlah kalian bangkit-bangkitkan kepadaku keislamanmu,
akan tetapi ALLAH lah yang telah memberi karunia besar dengan membimbing kalian
kepada Iman…" (Qs. 49:17)
Sebelum bubarnya Uni Sovyet, ada dua spesies yang
sangat dibenci rakyat ; 1. Partai Komunis, 2. etnik Rus. Yang pertama dibenci
karena selalu ingin campur dalam segala urusan orang. Dari urusan menteri,
tentara, pegawai negeri, isteri pegawai, anak pegawai sampai mimpi-mimpi
rakyat. Yang kedua tak tahu diri sebagai mayoritas, bagaikan truk besar yang
berlari kencang, anginnya mementalkan kendaraan-kendaraan kecil di tepi jalan.
Cermati bagaimana karakter kekuasaan itu tumbuh.
Banyak orang yang berkuasa mengabaikan pengenalan wilayah-wilayah kekuasaan
dengan segala karakternya. Pemerintah yang mempunyai otoritas memulainya dengan
3 wilayah : 1. Wilayah ardliyah (teritorial), 2. Wilayah insaniyah
(kemanusiaan, SDM, rakyat), 3. Wilayah masailiyah (problematika). Dengan ketiga
otoritas ini mereka dapat menggusur tanah rakyat, membagi HPH, menaikkan pajak,
tarif, UMR, memainkan money politik, mencetak uang untuk kepentingan partai,
membunuh karakter lawan politik dan memenjarakan mereka. Berapa lama mereka
dapat berkuasa dengan tiga pilar ini ? Entahlah, yang jelas telah bertumbangan
begitu banyak rezim dengan begitu banyak dana, senjata dan tentara. Mereka
melupakan 2 wilayah yang sebenarnya pagi-pagi harus sudah dikuasai, bahkan
sebelum mereka menguasai wilayah-wilayah lainnya. Jauh sebelum Rasulullah SAW
hijrah ke Madinah, rumah-rumah disana sudah menaungi begitu banyak muslim.
Pada penghujung era Makkiyah, baiah Aqabah II
telah menyuratkan pesan yang begitu kuat. "Kami siap melindungi
Rasulu’Llah SAW, sebagaimana kami melindungi anak-anak dan isteri-isteri
kami". Madinah telah dikukuhkan menjadi bumi Islam sebelum para Muhajir
berangkat kesana. Rasulullah sudah ditunggu dengan segala kerinduan, sebelum
mereka melihat wajahnya. Da’wah Qur-an telah mengakar dalam wilayah ruhaniyah
dan wilayah fikriyah mereka, dua wilayah yang pada saatnya melahirkan energi besar,
mengalahkan semua penguasa yang hanya berpuas diri dengan tiga wilayah yang
serba refleks, fenomenal dan efektif untuk waktu singkat.
Wahan Tak kalah beratnya beban mental orang yang
sama sekali tak mampu memberikan kontribusi. Ia sendiri tak mampu membantu
dirinya sendiri, bahkan dengan sekedar percaya dan menyadari bahwa dirinya
dapat berperan. Paradigma "La syai-a indi" (Saya tak punya apa-apa),
telah banyak merugikan ummat. Dari sini orang berbuat, dari kontra produktif
sampai amoral. Ia tak merasa ada kaitan sepak-terjangnya dengan lingkungannya.
Ia mampu melumuri citranya – sama seperti mereka yang over pede – tanpa cemas
hal itu akan berdampak luas, bagi diri, keluarga dan lingkungannya. Mereka
banyak memubadzirkan umur dan hidup tanpa program. Rendah diri dan karenanya
tak jarang merawat hasad, dengki dan khianat.
Mereka dapat tampil dalam figur seorang alim,
publik figur dan apa saja yang ‘mulia’, namun mengabaikan berkah amal jama’i,
karena merasa ‘tak sebodoh’ komunitasnya atau lupa bahwa dirinya (dapat
menjadi) besar di tengah mereka. Terkadang batas antara orang yang berlebihan
percaya diri dengan yang sangat tak percaya diri, begitu sulit dibedakan.
Kritik pedas bisa datang dari mereka yang gagal melaksanakan apa yang
dikritiknya. Atau yang tak cukup punya keberanian berargumentasi karena kurang
pedenya.
Marilah berjabat tangan, ayunkah langkah dengan
yakin dan lengkapi kekurangan diri dengan kelebihan saudara atau sebaliknya
menopang kelemahan mereka dengan kekuatan diri yang ALLAH amanahkan. Banyak
orang bingung mencari lahan kerja dan lahan kerja Da’wah tak pernah tutup.
Dimana posisimu ? Mungkin beberapa kalangan akan
keberatan bila kukatakan engkau telah menyulam halaman da’wah di negeri ini
dengan benang emas dan menyemaikan benih-benih berkah di lahan tandus, sehingga
berubah menjadi ladang-ladang subur masa depan. Pohon keadilan, buah
kemakmuran, bunga kesetaraan, ranah kesetiaan dan rumah kasih sayang. Bukan
tujuanmu menciptakan iri. Ada yang begitu geram ketika hamba-hamba ALLAH
perempuan keluar dari setiap gang dan kampus dengan jilbab mereka yang anggun
dan IP mereka yang cemerleng. 20 tahun yang lalu harus keluar dari sekolah
negeri yang dibangun dengan uang pajak mereka sendiri. Ya, kebangkitan memang
bukan hanya sisi ini, namun banyak kebaikan tersimpulkan pada aspek ini.
Intinya ; Perubahan.
Dan hari ini puncak gunung es itu telah
memperlihatkan dinamika besar kebangkitan, shahwah yang penuh berkah. Tauhid
adalah sistem konstruksi terpadu yang meletakkan segalanya tepat pada tempat,
peran dan kepatutannya. Intelektual adalah sistem pengapianmu yang tak pernah
padam. Kader-kader yang selalu ikhlas berkorban adalah roda yang siap
menjelajah medan-medan berat. Keulamaan adalah sistem kendali-mu yang tahu
kapan harus berbelok, menanjak, menurun dan menerobos hutan belantara, padang
tandus serta bebatuan. Yang tak bergaransi ialah kondisi jalan, bahkan sekali
pun dengan rute yang jelas dan lurus, kendaraan yang teruji, kru yang jujur,
pakar dan sabar.
Dari semua setting ini, tentukanlah dimana
posisimu ; penonton yang mencari hiburan, penunggu yang tak punya empati, atau
pengharap kegagalan karena ada yang tak sejalan dengan persepsi mereka. Atau
penuntun dan pengikut dengan pengenalan sistem navigasi yang akurat dan keyakinan
yang mantap, bahwa laut tetap bergelom-bang dan di seberang ada pantai harapan.
KH RAHMAT ABDULLAH
0 komentar:
Posting Komentar