Menyeru manusia kepada Allah s.w.t adalah kewajipan
setiap muslim di setiap masa. Terutamanya di zaman kita ini, ia lebih wajib
kerena umat Islam pada hari ini terdedah kepada serangan jahat musuh-musuh
Allah s.w.t yang bertujuan mencabut teras dakwah Islam dari jiwa umat Islam.
Menyeru manusia kepada Allah s.w.t adalah satu kemuliaan yang
besar
kepada pendukung dakwah. Firman Allah yang bermaksud: “Siapakah yang lebih
baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan
amal yang soleh dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
menyerah diri.” (Fushilat: 33)
Menyeru
manusia kepada Allah s.w.t menghasilkan pahala dan ganjaran yang besar dan
tidak ternilai sebagaimana pengakuan Rasulullah s.a.w yang bermaksud: “Jika
Allah s.w.t memberi hidayah kepada seorang lelaki lantaran anda, itu lebih baik
bagimu daripada setiap apa yang disinari matahari.” (Riwayat at-Tabrani).
Menyeru
manusia kepada Allah s.w.t dan kepada jalan yang benar, adalah sebaik-baik
urusan dan amat perlu diketengahkan, terutama di zaman ini yang berkecamuk
dengan berbagai kefahaman dan ideologi, trend semasa yang memperbodoh, menyesat
dan menyelewengkan. Menyeru manusia kepada Allah s.w.t adalah salah satu
peringkat yang penting dalam amal Islami yang dilakukan secara
bersungguh-sungguh. Kita hendaklah memahami realiti muslimin yang menjadi medan
dakwah kita (di sini kita hanya membincangkan mengenai urusan mendakwah kaum
muslimin supaya kembali kepada Allah). Ini kerana tuntutan sekarang ialah memindahkan
mereka dari realiti hidup yang menguasai mereka pada hari ini. Mereka hidup
dengan kefahaman yang silap, malas beramal untuk Islam, bersikap keterlaluan
dan lain-lain. Kita hendaklah memindahkan mereka kepada suasana kehidupan yang
baru, kehidupan yang memahami Islam dengan kefahaman yang lengkap sempurna
sebagaimana yang dibawa oleh Rasulallah s.a.w.
Selain itu kita juga perlu memindahkan mereka kepada
memahami tuntutan Islam yang sempurna dan memahami cara merealisasikannya
menurut kaidah yang paling sempurna dan betul. Melalui penelitian dan kajian
terhadap masyarakat kita, kita akan mendapati bahwa kelemahan iman atau
kelumpuhan iman di jiwa, tidak memahami hakikat Islam dengan sebenarnya dan
serangan pemikiran adalah faktor utama yang menyebabkan kaum muslimin berada
dalam suasana yang ada pada hari ini. Ia juga merupakan faktor utama yang
membolehkan musuh-musuh Allah menjadikan sebahagian kaum muslim sebagai kuda tunggangan
mereka untuk memerangi Islam secara mereka sadari atau tidak.
Kebanyakan muslim pada hari ini sibuk dengan urusan
dunia dan lalai daripada beribadat kepada Allah s.w.t dan mentaati
perintah-Nya. Mereka seperti sekumpulan manusia yang sedang nyenyak tidur. Di
sebelah mereka terdapat api yang marak menyala dan akan membakar mereka
sekiranya mereka masih lagi tidur. Di kalangan manusia yang sedang nyenyak
tidur, terdapat mereka yang tidak tidur dan menyadari apa yang berlaku di
sekeliling, tetapi tidak mampu memadamkan api yang sedang membakar. Ketika itu
kewajipan kita adalah segera membangunkan manusia yang nyenyak tidur supaya
setiap mereka menyadari keadaan masing-masing dan menjauhkan diri daripada api.
Ketika kita berusaha membangunkan orang
yang sedang nyenyak tidur tadi, mungkin kebanyakan dari mereka tidak mahu
bangun kerana sedang enak tidur dan tidak mau diganggu. Ini kerana dia masih
tidur dan belum lagi sadar. Jika dia benar-benar sadar dari tidurnya dan
melihat api yang sedang membakar, niscaya dia bersegera menyelamatkan diri.
Jadi kita sebagai Da’i mesti bersabar di dalam
usahanya menyeru mereka kepada Islam. Kita mesti sanggup menghadapi tindak
balas objek dakwah kita seperti perbuatan jahat dan cercaan. Kita mesti
mengharapkan balasan usaha kita hanya daripada Allah dan mengikuti jejak
langkah junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. Baginda menyeru menusia dan
terdedah kepada gangguan dan cercaan. Baginda tetap bersabar dan terus
meneruskan dakwah sambil berdoa , “Wahai
Tuhanku! Berilah hidayah kepada kaumku kerana sesungguhnya mereka tidak
mengerti”. Di dalam pengertian ini al-Iman asy-Syahid Hassan al-Banna
berkata: “Jadilah kamu ketika menyeru manusia seperti pokok buah-buahan;
mereka membalingnya dengan batu dan dia menggugurkan buah kepada
mereka”.
Dalam Dakwah Fardiyah ada beberapa tahap yang bisa
kita laksanakan, yaitu
a. Mengenali
Fase pertama dalam dakwah fardiyah adalah mengenali
calon mad’u (taaruf). Kita harus mulai mengenal dari setiap individu mad’u yang
kita ajak, karena individu adalah komponen terkecil penyusun suatu masyarakat
kampus. Individu memegang peranan penting dalam menentukan perjalanan dan
bentuk masyarakat kampus itu sendiri. Oleh karena itu, yang menjadi tonggak
dalam gerakan kita adalah individu. Mengenal tidak hanya sebatas nama dan nomor
handphone, akan tetapi betul-betul mengenal secara mendalam. Dimulai dari kita
mengetahui kebiasaannya, dimana tempat tinggalnya, aktifitas kesehariannya,
kesukaan dan ketidaksukaannya dan lain sebagainya. Mengenali mad’u ini sangat
penting, karena akan mempengaruhi bagaimana metode yang cocok untuk mendekati
setiap individu. Mengenali mad’u juga akan menentukan keberhasilan kita dalam
mengajak objek dakwah.
b. Mendekati
Pendekatan yang dilakukan terhadap objek dakwah
tentunya juga menggunakan metode yang berbeda, ada kalanya kita juga harus
menyesuaikan dengan bagaimana kedekatan atau seberapa kenal kita dengan objek
dakwah kita. Pada dasarnya kita tidak perlu mengubah cara kita berkomunikasi
atau bersikap kepada mad’u, karena perubahan yang terjadi justru bisa kontraproduktif
terhadap dakwah yang kita lakukan. Jagalah diri anda, dan tentukan pola
pendekatan yang paling tepat dengan tipikal diri anda.
Hal yang perlu diperhatikan juga dalam mendekati objek
dakwah adalah langkah yang cermat dan kekhasan tersendiri objek dakwah kita,
kerena biasanya objek dakwah ini mempunyai seseorang yang mereka segani dan
hormati. Jika seorang da'i dapat mendekati orang tersebut, sangat dimungkinkan mad’u
itu mengikuti dakwah kita. Namun jika pendekatan ini tidak berhasil, sebagai
da'i, ia tidak boleh putus asa. Sebagai seorang da’i tentunya akan terus
berusaha, misalnya kita mendekatinya dengan hal-hal yang disukai objek dakwah
kita. Tujuan dari pendekatan ini yakni membentuk kepercayaan antara diri kita
dan objek dakwah, mengikatkan dan mendekatkan hati, dan menumbuhkan perasaan
ingin mempelajari islam secara mendalam dan konsisten, atau menimbulkan
keinginan untuk mengubah diri sendiri kearah yang lebih baik tentunya.
Perlu diperhatikan dan ditekankan pada diri seorang
da’i, pendekatan itu harus dilakukan
dengan lemah lembut. Kita harus menyadari bahwa kita tidak diwajibkan untuk
memastikan mereka semua menerima ajakan kita, namun jika mereka semua menerima
ajakan kita, itu adalah rahmat dari Allah SWT. Hanya Dialah yang berhak
memberikan hidayah.
c. Mengajak
Setelah
mendapatkan kepercayaan dan kedekatan, tugas kita adalah mengajak mad’u kita
untuk mengikuti pembinaan Islam secara konsisten. Bagaimana cara dan waktu yang
tepat, tergantung situasi yang ada. Bisa jadi perlu ada diskusi panjang hingga
beliau bersedia ikut pembinaan, atau ada yang tipikal langsung di ajak, ini
untuk tipikal pada mad’u yang sudah dekat secara personal dengan kita, atau
untuk mad’u yang agak sulit mengambil keputusan, bisa langsung diundang di
agenda pembinaan yang ada. Proses pengajakan ini bukan akhir dari proses
meskipun mad’u menolak untuk mengikuti pembinaan. Proses fardiyah harus tetap
jalan. Jika kita sudah merasa tidak ada prospektif disalah seorang mad’u, maka
kita harus mengganti calon ma’du yang bisa menjadi pilihan yang tepat. Dan
jangan pernah bosan untuk mengajak orang lain demi kebaikan dan kebenaran seperti
slogan dalam dakwah kita“ Rapatkan Barisan Wujudkan Kejayaan Islam”.
d. Mendoakan
Setelah mengajak seorang mad’u tentunya kita juga
harus mendoakannya, karena kekuatan do’alah yang bisa menyatukan hati-hati
kita, karena sesungguhnya do’a kita kepada sesame muslim akan menjadi mal yang
sangat bernilai, kekuatan do’a ini pula yang akan membukakan hati kita semua,
memudahkan masuknya hidayah, dan menjauhi godaan syaitan. Mendo’akan mad’u
menjadi kewajiban bagi seorang da’i.
e. Menjaga
Menjaga
hasil fardiyah yang dilakukan sangat penting, setiap da’i harus melakukan
proses penjagaan terhadap hasil fardiyah kita. Akan tetapi hasil hasil fardiyah
yang kita dapatkan bisa jadi orang lain yang membinanya. Oleh karena itu kita
perlu tetap menjaga hubungan dengan beliau. Sesekali kita coaba tanyakan
bagaimana pembinaan yang beliau dapat, apa kesannya, atau diajak diskusi sambil
makan bareng, bahkan jangan lupa sesekali untuk menyakan kabarnya.
0 komentar:
Posting Komentar