1.
Pengertian
Dakwah
Sebelum melakukan kegiatan dakwah yang
tentunya merupakan bagian dari dakwah Islam pada umumnya, pemahaman akan dakwah
Islam itu sendiri haruslah dipahami terlebih dahulu. Bentuk dakwah apapun yang dilakukan
oleh kita baik dalam skala individu ataupun berkelompok haruslah sesuai dengan
pedoman dan asholah yang ada. Pentingnya dakwah dan makna dakwah
tersebut terdapat di dalam Al-Qur’an Surah Ali-‘Imran Ayat 104, yang artinya :“Jadilah
di antara kamu sebaik-sebaik umat yang mengajak kepada kebaikan, menyeru kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali-Imran : 104).
Secara etimilogi, kata dakwah sebagai
bentuk masdar dari kata doa (fi’il madi) dan yad’u (fi’il mudari’) yang berarti
memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong, dan memohon. Secara
terminologi, pengertian dakwah adalah ajakan pada kebaikan dan keselamatan di
dunia dan akhirat. Istilah dakwah digunakan dalam Al-Qur’an, baik dalam bentuk
fi’il maupun dalam bentuk masdar berjumlah lebih dari seratus kali. Dalam
Al-Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam
arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, serta 7 kali dalam arti mengajak ke
surga. Beberapa dari ayat tersebut adalah Al-Qur’an Surah Alim ‘Imran : 104,
An-Nahl : 125, As-Saf : 7, Al-Mu’minun : 73, An-Nur : 48 dan 51, Ali-‘Imran:
23, dan Al-Baqarah : 122.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
dakwah adalah mengajak seseorang agar beriman kepada Allah dan kepada apa yang
dibawa Rasul-Nya dengan membenarkan apa yang mereka beritakan dan mengikuti apa
yang mereka perintahkan. Sementara itu, Fathi Yakan mengatakan, “Dakwah adalah
penghancuran jahiliyah dengan segala bentuknya, baik jahiliyah pola pikir,
moral, maupun jahiliyah perundang-undangan dan hukum. Setelah itu pembinaan
masyarakat Islam dengan landasan pijak keIslaman, baik dalam wujud
kandungannya, dalam bentuk dan isinya, dalam perundang-undangan dan cara hidup,
maupun dalam segi persepsi keyakinan terhadap alam, manusia dan kehidupan. Pengertian
dakwah pada hakikatnya adalah mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan
nasihat yang baik, sehingga mereka meninggalkan thagut dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari
kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.
Pelaku dakwah
disebut dai, sedangkan pelaku tablig disebut mubalig. Tablig adalah bagian dari
dakwah, tetapi dakwah tidak hanya dilakukan dengan tablig. Dalam pengertian
luas, dakwah adalah upaya mengajak seseorang atau sekelompok orang agar memeluk
dan mengamalkan ajaran Islam atau mewujudkan ajaran Islam ke dalam kehidupan
nyata. Dakwah dalam konteks ini, bermakna pembangunan kualitas sumber daya
manusia, pengentasan kemiskinan, memerangi kebodohan dan keterbelakangan, serta
pembebasan. Dakwah juga bisa berarti penyebarluasan rahmat Allah, sebagaimana
telah ditegaskan dlam Islam dengan istilah rahmatan lil alamin. Atas dasar
itulah, esensi dakwah Islam adalah mengajak kepada kebaikan (yad’una
ilalkhair), memerintahkan kepada yang makruf (ya’muruna bil ma’ruf), dan
melarang dari yang munkar (yanhauna ‘anil-munkar) dalam pengertian yang
seluas-luasnya. Allah berfirman dalam surah Ali ‘Imran ayat 110 sebagai berikut
“ Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka dalah
orang-orang fasik. (Q.S. Ali ‘Imran : 110)
2.
Dimensi
Dakwah
Dimensi yang
tercakup dalam dakwah meliputi kerisalahan, kerahmatan, dan kesejarahan. Saya
akan mencoba menjelaskan makna dari ketiga dimensi tersebut.
2.1. Dimensi Kerisalahan
Dimensi kerisalahan adalah upaya meneruskan tugas Rasullullah saw,
untuk menyeru agar manusia lebih mengetahui, memahami, menghayati, mengimani
dan mengamalkan Islam sebagai pandangan hidup. Allah swt berfirman dalam surah
Al-Ma’idah ayat 67 yang artinya “ Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang
diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan
itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau
dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak member petunjuk kepada
orang-orang kafir. (Q.S. Al-Ma’idah : 67).
2.2. Dimensi Kerahmatan
Dimensi kerahmatan bermaknam
mengaktualkan Islam sebagai rahmat (jalan hidup yang menggembirakan,
memudahkan, dan menyejahterakan) bagi umat manusia, sebagaimana dijelaskan
Allah dalam surah Al-Anbiya’ ayat 107. “Dan kami tidak mengutus engkau
(Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (Q.S.
Al-Anbiya’ : 107)
2.3. Dimensi Kesejarahan
Dimensi kesejarahan mengandung upaya mengaktualkan peran kesejarahan
manusia beriman dalam memahami dan
mengambil pelajaran masa lalu untuk kepentingan mempersiapkan masa depan yang
gemilang. Allah berfirman dalam surah Al-Hasyr ayat 18. “ Wahai orang-orang
yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalh kepada
Allah. Sunguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S.
Al-Hasyr : 18).
3.
Golongan
(karateristik) Objek Dakwah
Sebagai da’i
tentunya kita harus mengenali situasi, kondisi, dan keadaan medan dakwah yang
kita lakukan. Hal ini akan mendukung kelancaran dakwah yang kita lakukan.
Berbicara mengenai medan dakwah kita juga harus mengetahui objek dakwah yang
akan direkrut. Setidaknya ada 4 golongan objek dakwah. Saya akan coba
menjelaskan ke-empat golongan objek dakwah tersebut, yaitu:
3.1. Golongan Mukmin
Mereka adalah
orang-orang yang meyakini kebenaran dakwah kita, percaya kepada perkataan kita,
mengagumi prinsip-prinsip kita, dan menemukan padanya kebaikan yang kebaikan
yang menenangkan jiwanya. Kepada orang seperti ini hendaklah kita mengajak
untuk segera bergabung dan bekerja bersama agar jumlah para mujahid semakin
banyak, dan agar dengan tambahan suara mereka, suara para da'i akan semakin
meninggi. Iman takkan punya arti bila tidak disertai dengan amal. Akidah tak
akan memberi faedah bila tidak mendorong penganutnya untuk berbuat dan
berkorban demi menjelmakannya menjadi kenyataan. Begitulah yang terjadi pada
generasi terdahulu umat ini, dimana Allah melapangkan dada mereka untuk
menerima hidayah-Nya. Mereka mengikuti jejek para Nabinya, beriman kepada
risalahnya, dan berjihad dengan jihad yang benar dalam menegakkan misi suci
itu. Kami berharap agar Allah swt. Berkenan memberikan pahala yang banyak
kepada para pendahulu ini, ditambah dengan pahala orang-orang yang mengikuti
jejek mereka, tanpa mengurangi pahala orang yang mengikuti itu.
3.2.
Golongan Orang yang Ragu-Ragu
Boleh jadi mereka
orang-orang yang belum mengetahui secara jelas hakekat kebenaran dan belum
mengenal makna keikhlasan serta manfaat di balik ucapan-ucapan kita. Mereka
bimbang dan ragu akan halnya golongan ini, biarkanlah mereka bersama
keraguannya, sembari disarankan agar mereka tetap berhubungan dengan kita lebih
dekat lagi, membaca tulisan-tulisan kita dan apa saja yang terkait dengan kita baik
dari jauh maupun dari dekat, mengunjungi klub-klub kita, dan berkenalan dengan
saudara-saudara kita. Setelah itu, insya Allah hati mereka akan tentram dan
dapat menerima kita. Begitulah juga tabiat golongan manusia peragu, yang
menjadi pengikut para rasul zaman dahulu.
3.3.
Golongan yang Mencari Keuntungan
Boleh jadi mereka
adalah kelompok yang tidak ingin memberikan dukungan kepada kita sebelum mereka
mengetahui keuntungan materi yang dapat mereka peroleh sebagai imbalannya.
Kepada mereka ini kita hanya ingin mengatakan, "Menjauhlah! Disini hanya
ada pahala dari Allah jika kamu memang benar-benar ikhlas, dan surga-Nya jika
ia melihat ada kebaikan dalam hatimu. Adapun kami, kami adalah orang-orang yang
miskin harta dan popularitas. Semua yang kami lakukan adalah pengorbanan dengan
apa yang ada di tangan kami dan dengan segenap kemampuan yang ada pada kami,
dengan harapan bahwa Allah akan meridhai. Dia-lah sebaik-baik Pelindung dan
sebaik-baik Penolong." Bila kelak Allah menyikap tabir kegelapan dari hati
mereka dan menghilangkan kabut keserakahan dari jiwanya, niscaya meraka akan
tahu bahwa sesungguhnya apa yang ada disisi Allah itu jauh lebih baik dan lebih
kekal. Kita percaya, hal itu akan
mendorongnya bergabung dengan barisan Allah. Saat itu, dengan segala kemurahan
hati mereka akan mengorbankkan seluruh hartanya demi memperoleh balasan Allah
di akhirat kelak. Apa yang ada padamu (manusia) akan habis musnah, dan apa yang
ada di sisi Allah akan abadi. Andaikan tidak demikian, sungguh Allah tidak
membutuhkan orang yang tidak melihat bahwa hak Allah-lah yang pertama harus
ditunaikan, pada diri, harta, dunia, akhirat, hidup, dan matinya. Begitulah
yang pernah terjadi, ketika sekelompok orang enggan berba'iat kepada Rasulullah
saw. Kecuali jika nantinya beliau berkenan memberikan porsi kekuasaan setelah
Islam menang. Pada waktu itu Rasulullah saw. Hanya menyatakan bahwa bumi ini
adalah milik Allah, yang ia wariskan kepada siapa yang dikehendaki dari
hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya kemenangan akhir selalu menjadi milik orang-orang
yang bertaqwa.
3.4.
Golongan yang Berprasangka Buruk
Barangkali mereka
adalah orang-orang yang selalu berprasangka buruk kepada kita dan hatinya diliputi
keraguan atas kita, mereka selalu melihat kita dengan kacamata hitam pekat, dan
tidak berbicara tentang kita kecuali dengan pembicaraan yang sinis. Kecongkakan
telah mendorong mereka terus berada pada keraguan, kesinisan, dan gambaran
negatif tentang kita. Bagi kelompok macam ini, kita harus bermohon kepada Allah
swt., agar berkenan memperlihatkan kepada kami dan kepada mereka kebenaran
sebagai kebenaran dan memberi kekuatan kepada kita untuk mengikutinya, serta
memperlihatkan kebatilan sebagai kebatilan dan memberi kekuatan kepada kita
untuk menjauhinya. Kita memohon kepada Allah swt agar berkenan menunjuki kita
dan mereka ke jalan yang lurus. Kita akan selalu mendakwahi mereka jika mereka
mau menerima, dan kita juga berdoa kepada Allah swt agar berkenan menunjuki
mereka. Memang, hanya Allah-lah yang dapat menunjuki mereka. Kepada Nabi-Nya
Allah berfirman tentang segolongan manusia, Sesunguhnya,
kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada siapa yang kamu suka, akan tetapi
Allah memberi petunjuk kepada siapa yang ia kehendaki." (Al-Qashash: 56).
Walaupun begitu, kita harus tetap mencintai mereka dan berharap bahwa suatu
saat mereka akan sadar dan percaya pada dakwah ini. Terhadap mereka kita
menggunakan semboyan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah saw., "Ya Allah ampunilah kaumku karena
sesungguhnya mereka tidak mengetahui".
4.
Metode
dakwah
Dalam proses realisasi menuju sebuah tujuan dakwah,
yakni tegaknya tauhid di atas bumi ini, maka pelaksanaannya harus disandarkan
pada metode-metode yang telah
digariskan Allah. Pelaksanaan dakwah haruslah sesuai dengan pedoman umat Islam
(Al-Qur’an dan Sunnah) sehingga dakwah tersebut tetap berada koridor syar’i dan
sesuai dengan kemurnian dakwah itu sendiri dengan harapan agar pertolongan
serta rahmat Allah selalu menyertai setiap langkah individu maupun kelompok
yang berdakwah. Metode dakwah secara umum dan menjadi acuan merujuk pada firman
Allah swt dalam Al-Qur’an, yaitu metode hikmah, mau’izah hasanah, dan mujadalah
billati hiya ahsan, sebagaimana diterangkan dalam surah An-Nahl ayat 125
sebagai berikut. “Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah,
dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari Jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl : 125).
4.1. Metode Hikmah
Metode hikmah adalah perkataan tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dan yang batil. Dakwah dengan hikmah berarti menyampaikan
dakwah dengan terlebih dahulu mengetahui tujuannya dan mengenal secara benar
serta mendalam orang atau masyarakat (objek dakwah) yang menjadi sasarannya.
Dalam kaitan ini, sasaran dakwah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu umat ijabah
dan umat dakwah. Umat ijabah adalah individu dan masyarakat yang telah masuk
Islam, sedangkan umat dakwah adalah individu dan masyarakat yang belum masuk
Islam.
4.2. Metode Mau’izah Hasanah
Metode mau’izah hasanah mengandung arti member kepuasan kepada jiwa
orang atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah Islam dengan cara-cara yang
baik, seperti dengan member nasihat dan contoh teladan dengan yang baik. Metode
dakwah jenis ini terkait dengan sifat dakwah yang memudahkan (taysir),
menyenangkan, dan menggembirakan (tabsyir).
4.3. Metode Mujadalah billati Hiya Ahsan
Metode mujadalah billati hiya ahsan diartikan dengan bertukar pikiran
dengan cara-cara terbaik yang dapat dilakukan, susuai dengan kondisi
orang-orang dan masyrakat sasaran. Dakwah seperti ini sangat cocok untuk
masyarakat yang berpendidikan.
Hal yang harus diperhatikan juga adalah apapun
metode dakwah yang kita lakukan, metode tersebut harus memperhatikan dan tidak
lupa mengikutsertakan karakteristik berikut ini:
Ø Rabbaniyyah,
artinya segala sesuatunya bersumber dari Allah (berorientasi ketuhanan).
Ø Islam
sebelum jamaah, artinya Islam dijadikan esensi utama dalam berdakwah, sedangkan
jamaah merupakan wasilah (cara) untuk merapikan gerak dakwah.
Ø Syumuliyah,
dakwah harus bersifat sempurna (menyeluruh dan utuh), ia tidak boleh dilakukan
sebagian.
Ø Modern,
dakwah
bersifat modern (kekinian). Dakwah memang harus dilakukan berdasarkan
keasliannya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, namun cara, sarana, dan strategi yang
digunakan harus seiring dengan perkembangan zaman (kontemporer) agar mampu
mengantisipasi dan mengimbangi perkembangan situasi dan kondisi di masyarakat
dengan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam.
Ø ‘Alamiyah,
bersifat mendunia (universal). Dakwah yang mengglobal dan mendunia adalah ciri
dakwah Islam.
Ø ‘Ilmiyah,
berdasarkan pada ilmu dan pendekatan ilmiah.
Ø Bashiirah
islaamiyah, memberikan pandangan yang Islami dan keterangan yang
nyata dengan bukti yang jelas.
Ø Menciptakan
mana’ah, daya tahan (imunitas) dari segala bentuk kemaksiatan, serta
mampu berorientasi kepada pencapaian penguasaan teori, penguasaan moral, dan
penguasaan amal.
5. Tahapan-Tahapan
Dakwah
Selain
karakteristik dan metode dakwah di atas, pada pelaksanaannya, dakwah juga
mengenal tahapan-tahapan yang penting untuk dipahami. Adapun tahapan-tahapan
tersebut adalah sbb.
5.1.Tahap
perkenalan dan penyampaian
Merupakan sebuah
tahapan awal dari dakwah, dimana pada tahapan ini, dakwah bertujuan untuk
memberikan ilmu tentang Islam itu sendiri dan mengubah sebuah pandangan yang
jahiliyah menjadi pandangan yang Islami (transformasi objek dakwah dari antipati terhadap dakwah menjadi simpati
terhadap dakwah).
5.2.Tahap
pembinaan
Pada fase ini, dakwah
mulai memberikan perhatian lebih kepada objeknya dengan tujuan penanaman sebuah
pola pikir (fikroh) yang Islami dan mulai memberikan kesempatan kepada objek
dakwah untuk latihan beramal (transformasi objek dakwah dari simpati menjadi
barisan pendukung dakwah).
5.3. Tahap Pengorganisasian
Yakni tahapan penataan
barisan pendukung dakwah itu sendiri agar individuindividu yang beramal
tersebut bisa terkoordinasi dengan baik sehingga dakwah ini bersinergi dan
mempunyai aktivitas yang memiliki sebuah tujuan bersama (transformasi barisan
pendukung dakwah menjadi kader yang terorganisir).
5.4.Tahap
pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan ini
memberikan titik tekan pada sebuah hasil yang diridhoi Allah sehingga
memberikan sebuah dorongan untuk bekerja dan merupakan sebuah tahapan dimana
objek dakwah terdahulu bertransformasi menjadi subjek dakwah. Tahapan-tahapan
di atas merupakan sebuah siklus yang tiada henti, begitupun pelaksanaan
evaluasi dari masing-masing tahapannya. “(Yaitu) orang-orang yang
menyampaikan risalah Allah, mereka takut kepada- Nya dan mereka tiada merasa
takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai
pembuat perhitungan.” (QS. Al-Ahzab : 39)
6. Aplikasi
Metode Dakwah
Ketiga metode dakwah (hikmah, mau’izah hasanah, dan
mujadalah billati hiya ahsan) dapat diaplikasikan dalam berbagai pendekatan,
diantaranya dengan pendekatan personal, pendidikan, diskusi, penawaran, dan
pendekatan misi.
0 komentar:
Posting Komentar